MAKALAH
LEASING
DAN IJARAH MUNTAHIYA BIT-TAMLIK (IMBT)
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fikih
Muamalah Kontemporer
Dosen
Pengampu :
ARIFAH
MILLATI A, MH.I
Disusun Oleh Kelompok
04 :
1.
Nur Fitriyani (17401153356)
2.
Miftah Isnarini (17401153111)
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH IIIC
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
DESEMBER 2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran
dalam penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam tidak lupa tetap tercurahkan
kepada junjungan kita nabi agung, Muhammad SAW.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas dari dosen pengampu Arifah
Millati A, MH.I dengan mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan jurusan Perbankan Syari’ah. Kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu Arifah Millati A, MH.I yang telah memberikan tugas makalah ini di bawah
bimbingan beliau. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Makalah ini mungkin mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu kami sebagai penyusun mohon kritik
dan saran dari pembaca. Akhirnya penyusun mengucapakan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Tulungagung,
14 Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................... i
Daftar
Isi.................................................................................................................... ii
A. latar Belakang........................................................................................... 1
B. Pengertian Leasing dan IMBT.................................................................. 1
C. Rukun dan Syarat Ijarah........................................................................... 9
D. Praktik Pembiayaan IMBT........................................................................ 9
E. Kesimpulan................................................................................................ 12
Daftar
Pustaka
.......................................................................................................... 13
A. Latar
Belakang
Sampai saat
ini mayoritas produk pembiayaan bank syariah masih terfokus pada
Produk-produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan murabahah sebenarnya
memiliki kesamaan dengan pembiayaan ijarah.
Keduanya termasuk dalam kategori natural certainty contracts, dan
pada dasarnya adalah kontrak jual beli. Yang membedakan keduanya adalah objek
traksaksi yang diperjualbelikan tersebut. Dalam pembiyaan murabahah, yang menjadi
objek traksaksi adalah barang, misalnya rumah, mobil dan sebagainya. Sedangkan
dalam pembiyaan ijarah, objek traksaksinya adalah jasa. Baik
manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja. Dengan pembiyaan murabahah, bank
syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang. Sedangkan
nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim ijarah, bank syariah dapat pula melayani
nasabah yang hanya membutuhkan jasa.
Salah satu
produk bank syariah yang sangat membedakan dengan bank konvensional adalah
pembiayaan kerja sama usaha. Dalam pembiyaan kerja sama usaha, bank syariah
tidak membebani nasabah dengan bunga, akan tetapi ikut serta dalam investasi.
Hasil investasi akan diterima dalam bentuk bagi hasil atas usaha yang
dijalankan oleh nasabah. Dalam pembiayaan kerja sama usaha, dibedakan menjadi
dua jenis pembiayaan, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyaraka.
pembiayaan mudharabah, bank
memberikan pembiyaan 100 % dari kebutuhan modal nasabah. Pembiyaan musyarakah bank dan nasabah sama-sama
menyerahkan modal untuk menjalankan usaha.
Ada juga
produk yang ada pada bank syariah yaitu ijarah
muntahiya bit-tamlik yaitu
gabungan antara sewa dan jual beli. Untuk penjelasan lebih rinci, mari kita
simak uraian dari makalah berikut.
- PENGERTIAN
LEASING DAN
IJARAH MUNTAHIYA BIT-TAMLIK
(IMBT)
a. Pengertian Leasing
[1]Leasing
berasal dari bahasa Inggris, yaitu Lease
yang dalam pengertian umum mengandung arti menyewakan. Namun, pengertian
tersebut sering membawa penafsiran yang kurang tepat dan dapat mengakibatkan
kekeliruan dengan istilah lainnya yang mengandung pengertian yang sama, seperti
halnya dengan rent/rental. Pada
hakikatnya, leasing bukanlah seperti
apa yang dimaksud rent/rental
walaupun memiliki arti yang sama. Anatara leasing
dan sewa – menyewa memiliki konstruksi yang sama. Pihak yang satu, yaitu lessee menggunakan barang kepunyaan lessor yang disertai dengan pembayaran
berkala. Akan tetapi, dalam leasing
menyangkut subjek dan objek dari perjanjian adalah tertentu, sedangkan dalam
perjanjian sewa – menyewa tidak demikian. Subjek dan objeknya tidak ditentukan,
subjeknya dapat perorangan atau perusahaan. Subjek dalam perjanjian leasing, syarat – syarat ditentukan
dalam suatu peraturan dan mengenai objeknya adalah suatu barang modal bagi
perusahaan, seperti mobil, traktor, dan lainnya. Dan perjanjian leasing ada hak opsi yang dapat
dipergunakan oleh lessee.
Kehadiran leasing di
Indonesia secara formal diperkenalkan pada tahun 1974, yakni dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor KEP 122/MK/IV/2/1974, Nomor
32/M/Sk/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tentang Perizinan - Perizinan Usaha Leasing. Pasal 1 Surat Keputusan Bersama tersebut memberikan pengertian tentang leasing sebagai berikut:
Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan suatu jangka waktu
tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak
pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah
disepakati bersama.[2]
Selain itu, definisi leasing sebagaimana diatas, ada pendapat
lain seperti dikemukakan oleh Sri Suyatmi dan J. Sadianto, dalam bukunya Problem
Leasing di Indonesia. Mereka menyatakan bahwa leasing adalah Badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk persediaan barang modal,
baik secara finance lease maupun operation lease yang digunakan oleh penyewa
guna usaha dengan jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.[3]
Sementara Notaris Komar
Andasasmita mendefinisikan Leasing
adalah menyangkut perjanjian-perjanjian yang dalam mengadakan kontrak
bertitik pangkal dari hubungan tertentu diantara lainnya suatu kontrak dengan
lamanya pemakaian (ekonomis) dari barang yang merupakan objek kontrak dan
disepakati bahwa pihak yang satu (lessor) tanpa melepaskan hak miliknya menurut
hukum berkewajiban menyerahkan hak nikmat dari barang itu kepada pihak lainnya
(lessee), sedangkan lessee berkewajiban membayar ganti rugi yang memadai untuk
menimati barang tersebut tanpa bertujuan untuk memilikinya (juridichie
eigendom) atas barang itu.[4]
Sedangkan Equipment Leasing
Association, seperti dikutip Komar Andasasmita dalam bukunya Serba-serbi
Leasing mendefinisikan bahwa leasing
merupakan perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis
barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak
kepemilikan atas barang modal tersebut adalah lessor, sedangkan lessee hanya
menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang lessee yang telah
ditentukan jangka waktunya.[5]
Menyangkut pengertian perusahaan leasing dapat
dikemukakan definisi yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam membicarakan leasing dan jenis usaha yang berkaitan
dengannya. Leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam bentuk
penyewaan barang – barang modal atau alat – alat produksi dalam jangka waktu
menengah atau jangka panjang yang pihak penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri
dari nilai penyusutan suatu objek lessee ditambah bunga, biaya – biaya
lain, serta profit yang diharapkan oleh lessor.
Dari
beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa pengertian
atau definisi tentang leasing belum dapat diseragamkan karena mempunyai
variasi sesuai dengan masing – masing konsep. Meskipun demikian, jika ditelaah
lebih teliti dan seksama ternyata pada prinsipnya pengertian dan definisi yang
diungkap diatas hanya merupakan perbedaan bahasa, sedangkan maksud dan
tujuannya adalah sama. Artinya, konsep atau definisi tersebut memberikan ciri
yang melekat pada leasing.
Leasing
sebagai lembaga yang bertujuan untuk menopang kegiatan bisnis menjadi kebutuhan
dewasa ini dan terus berkembang, seirama dengan dinamika pembangunan, khususnya
berkaitan dengan dunia bisnis. Perkembangan tersebut terlihat dengan beragamnya
jenis leasing yang antara lain :
1.
Financial
Leasing
[6]Yang
dimaksud dengan financial leasing
adalah suatu bentuk cara pembiayaan, lessor yang mendapat hak milik atas
barang yang di lease-kan menyerahkan kepada lessee
untuk dipakai selama jangka waktu yang sama dengan masa kegunaan barang
tersebut. Perjanjian kontrak salah satu sifatnya menurut Djoko Prakoso, dalam
Soerjono Soekanto adalah noceleble bagi lessee. Perjanjian
kontrak tersebut menyatakan bahwa lesse bersedia untuk melakukan
serangkaian pembayaran atas penggunaan suatu aset yang menjadi objek lease.
Lessee pun berhak untuk memperoleh manfaat ekonomis dengan mempergunakan
barang tersebut, sedangkan hak miliknya tetap pada lessor.
Oleh
karena itu, dalam hal lease memperoleh barang yang merupakan objek
perjanjian berarti telah menanam modal. Selain itu, dia juga mengeluarkan biaya
bagi keperluan tersebut. Dalam kontak leasing sering dijanjikan bahwa
biaya pemeliharaan dan tanggungan dibebankan kepada pihak lessee.
Apabila terjadi lessor-lah yang menanggung beban tersebut. Ia akan
mengatakan bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya adalah risiko lessee,
lessee-lah yang melakukan pemeliharaan atas barang objek leasing
itu. Dalam hal ini, barang itu bagaikan miliknya sendiri. Apabila terjadi
kerusakan atau musnah maka uang ganti kerugian dirasakan dan sebagainya jika
barang objek lease tidak diperbaiki oleh perusahaan maka lease
berhak menuntut lessee atas kerugiannya.
Biaya
– biaya yang harus dikeluarkan meliputi biaya – biaya lessor untuk
mendapatkan barang tersebut ditambah dengan biaya – biaya lainnya seperti
bunga, pajak, asuransi, serta keuntungan bagi lessor-nya. Keistimewaannya lease
mempunyai hak opsi untuk mengembalikan barang tersebut, memperpanjang atau
membelinya dengan kompensasi harga yang lebih murah. Dalam financial leasing
perjanjiannya tidak diakhiri secara
sepihak, kecuali lessee tidak memenuhi prestasi atau melanggar
perjanjian. [7]
2.
Operational
Leasing
Operational
leasing adalah suatu bentuk pemberian jasa yang
dilakukan lessor yang berupa barang kepada lessee untuk dipakai
selama jangka waktu yang lebih pendek dari masa
kegunaan ekonomis barang tersebut disertai dengan pembayaran secara berkala
oleh lessee pada lessor.
Di
akhir perjanjian leasing, lessee wajib mengembalikan barang
tersebut, pada lessor, kecuali lessee menggunakan hak opsinya
untuk membeli barang tersebut dengan harga yang rill, yang biasanya relatif besar jumlahnya. Atau ada perundingan
yang dilakukannya untuk kontrak lease yang baru, dengan lessee
yang sama atau juga lessor mencari lessee yang baru.
Dari
adanya beberapa kontrak leasing itu lessor menghadapkan adanya
keuntungan. Disamping hak tersebut, lessee juga mengharap adanya
keuntungan dari hasil penjualan barang tersebut setelah masa lease berakhir. Pada operational
leasing ini biasanya lessor bertanggung jawab mengenai perawatan
barang tersebut.
Barang
– barang yang sering digunakan dalam operational leasing terutama barang
– barang yang mempunyai nilai tinggi seperti traktor, mesin – mesin, dan lain –
lain. Dalam opeartional leasing perjanjian terhadap kontrak dapat
diputuskan secara sepihak dengan pemberitahuan lebih dahulu secara tertulis
dalam waktu yang layak dengan konsekuensi bagi lessee untuk membayar
sewa secara keseluruhan.[8]
b.
Pengertian Ijarah
Ijarah
adalah hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan,
tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.[9]
Dasar
hukum Ijarah:
1.
Hadist riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar.
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ
عَرَقُهُ
Artinya:
“Berilah upah kepada para pekerja sebelum
mengering keringatnya.
2. Qs.Al-Qashash:26
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# ( cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya".[10]
c. Pengertian
Ijarah Muntahiya Bit – Tamlik
(IMBT)
Al-Bai’
wal Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan
rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai’
dan akad Ijarah Muntahiya Bit-tamlik
(IMBT). Al-Bai’ merupakan kombinasi
antara sewa - menyewa (ijarah) dan
jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahiya Bit-tamlik,
pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut
ini:
1. Pihak
yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir
masa sewa.
2. Pihak
yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada
akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang di
akhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial
penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil, akumulasi
nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi
harga beli barang tersebut dan marjin laba yang ditetapakan oleh bank. Karena
itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki
barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode.
Pilihan untuk menghibahkan barang
di akhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial
penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan
relative besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk
menutup harga beli barang dan marjin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian,
bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak
penyewa.
Pada Al-Bai’ wal Ijarah Muntahiya Bit-tamlik
(IMBT) dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account (URIA),
pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan karena
pihak bank harus mempunyai cash in
setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada para nasabah yang dilakukan
secara bulanan juga. [11]
C. RUKUN
DAN SYARAT IJARAH
Rukun
Ijarah:
a.
‘Aqid
yaitu mu’jir (orang yang menyewakan) dan Musta’jir (orang yang
menyewa)
b. Sighat,
yaitu ijab dan qabul
c. Ujrah
(uang sewa atau upah)
d.
Manfaat, baik manfaat
dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang yang bekerja.
Syarat-syarat
Ijarah:
a. Syarat
terjadinya akad (syarat in’iqad)
b. Syarat
nafadz (berlangsungnya akad)
c. Syarat
sahnya akad
d. Syarat
mengikatnya akad (syarat luzum).[12]
D. PRAKTIK PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIYA BIT-TAMLIK (IMBT)
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik (IMBT) pada
dasarnya merupakan perpaduan antara ijarah
dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di
awal akad, maka hakikat IMBT pada dasrnya lebih bernuansa jual beli. Namun,
apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas
(walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah. Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang dimaksud pada akhir
periode. Sedangkan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli
dilakukan. Berdasarkan kompilasi
SOP yang disampaikan oleh Bank Syariah, tahapan pelaksanaan IMBT adalah seperti
pada Tabel 47.
Tabel
47. Ringkasan
Tahapan Akad IMBT Menurut SOP Bank
Syariah.
No.
|
Tahapan
|
1.
|
Adanya permintaan untuk menyewa beli barang
tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah kepada bank syariah.
|
2.
|
Wa’ad antara bank
dan nasabah untuk menyewa beli barang dengan harga sewa dan waktu sewa yang
disepakati.
|
3.
|
Bank Syariah mencari barang yang diinginkan untuk disewa
beli oleh nasabah.
|
4.
|
Bank Syariah membeli barang tersebut dari pemilik
barang.
|
5.
|
Bank Syariah membayar tunai barang tersebut.
|
6.
|
Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada
bank syariah.
|
7.
|
Akad antara bank dan nasabah untuk sewa beli.
|
8.
|
Nasabah membayar sewa secara angsuran.
|
9.
|
Barang diserahterimakan dari bank syariah kepada
nasabah.
|
10.
|
Pada akhir periode dilakukan jual beli antara bank
syariah dan nasabah.
|
Sumber:
Buchori, et.al. (2005)[13]
Contoh
:
Bapak
Kholid akan membuka usaha dan membutuhkan mobil tapi belum mampu untuk
membelinya. Kemudian Bapak Kholid mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Dalam
kesepakatan Bapak Kholid akan menerima sebuah mobil dengan harga
Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta) yang akan dibeli oleh bank kepada
diller mobil yang telah menjadi mitra bank syariah. Disepakati Bapak Kholid
akan menyewa selama 15 blan, dengan ongkos sewa Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) per bulan. Sehingga dalam 15 bulan tersebut, Bapak Kholid akan membayar
total sewa sebesar Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah). Konsekuensi
akad ijarah muntahiya Bittamlik bagi Bapak Kholid adalah kewajiban membayar
hrga barang yang disewa yaitu Rp.150.000.000,- dianagsur selama waktu
perjanjian yaitu 15 bulan.[14]
E.
Kesimpulan
Akad Ijarah Muntahiyah
Bit-Tamlik (IMBT) merupakan akad penyediaan dana
dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang kepada
pihak penyewa yaitu nasabah. Pemindahan kepemilikan bisa dilakukan dengan opsi
jual beli atau dengan opsi hibah.
Rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid ( orang yang akad), Shigat akad, Ujrah (upah),
Manfaat.
Syarat ijarah terdiri dari empat macam,
sebagaimana syarat dalam jual beli , yaitu syarat Al-inqad ( terjadinya akad), syarat an-nafadz ( syarat pelaksanaan akad),
syarat sah, dan syarat lazim
Al Ijarah Al Muntahiya bit-Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan. Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata : At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa), At-tamliik (kepemilikan).
Al Ijarah Al Muntahiya bit-Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan. Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata : At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa), At-tamliik (kepemilikan).
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Lubis, Suhrawardi K., dan Farid Wjadi. Hukum Ekonomi Isla. Jakarta : Sinar Grafika, 2012.
2.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam
“analisis fiqih dan keuangan”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013.
3.
Dahlan, Ahmad. Bank Syariah
“Teoritik, Praktik, Kritik”. Yogyakarta : Teras, 2012.
4.
Muslich, Ahmad wardi. Fiqh
Muamalat. Jakarta : Amzah, 2013.
5.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008.
[1] Suhrawardi
K. Lubis,dan Farid Wajdi,Hukum
Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm : 102
[6] Suhrawardi
K. Lubis,dan Farid Wajdi,Hukum
Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm : 106
[7] Suhrawardi
K. Lubis,dan Farid Wajdi,Hukum
Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm : 107
[9]
Adiwarman. A.Karim,Bank Islam”analisis
fiqih dan keuangan”,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2013),hlm.138
[10] Ahmad.Dahlan,BankSyariah“Teoritik,Praktik,Kritik”,(Yogyakarta:Teras,2012),hlm.181
[11] Adiwarman A. Karim, Bank
Islam“Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2013), hlm : 149
[12]
Ahmad.Wardi Muslich,Fiqh Muamalat,(Jakarta:Amzah,2013),hlm.321
[13] Ascarya,Akad&ProdukBankSyariah,(Jakarta:PTRajaGrafindoPersada,2008)hlm.224-225
[14]Ahmad.Dahlan,BankSyariah“Teoritik,Praktik,Kritik”,(Yogyakarta:Teras,2012),hlm.186
Tidak ada komentar:
Posting Komentar