Kamis, 16 Maret 2017

Etika Dan Perilaku Bisnis Syariah

ETIKA DAN PERILAKU BISNIS SYARIAH
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengantar Bisnis Syariah
Dosen Pengampu:
Ahmad Budiman, M.Si


Disusun oleh Kelompok 3 :
Kelas IIIC
                       Aula Cindikia                          (17401153062)
Suli Anjarwati                         (17401153127)
Nur Fitriyani                           (17401153356)

                                                    
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2016

KATA PENGANTAR


Bismillahirrohmanirrohim
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis haturkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika dan Perilaku Bisnis Syariah”
Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW yang telah memberi suri tauladan kepada kita lewat ajaran Islam.
Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kelemahannya. Namun karena adanya dukungan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat kami atasi.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1.    Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku ketua IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung.
2.        Ahmad Budiman, M.H.I selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Bisnis Syariah yang telah membimbing dan mengarahkan kami untuk mendapat pemahamaman yang benar mengenai mata kuliah ini.
3.        Semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusunan makalah ini.
Penulis merasa bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharap kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan semoga kita selalu mendapatkan petunjk dari Allah SWT. Amin.
 Tulungagung, 13 September 2016

  
Penulis

DAFTAR ISI





           


BAB I

PENDAHULUAN

Masalah etika bisnis akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil pembangunan selama ini. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru yaitu adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis yang juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di dunia.
Perkembangan IPTEK yang cepat juga berpengaruh pada masalah etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna mengendalikan kemajuan dan penerapan teknologi bagi kemanusiaan. Etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan dari pada etika.
Tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman tentang etika bisnis diperlukan untuk para pelaku bisnis agar usaha yang dijalankan dapat menjadi suatu usaha bisnis yang beretika dan mengurangi resiko kegagalan.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang masalah etika dan perilaku bisnis syariah yang meliputi definisi etika bisnis syariah, konsep etika dan perilaku bisnis syariah, doktrin etika bisnis syariah, dan perilaku bisnis syariah.







B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi Etika Bisnis Syariah ?
2.      Bagaimana konsep Etika Bisnis Syariah  ?
3.      Bagaimana doktrin Etika bisnis Syariah ?
4.      Bagaimana perilaku Etika bisnis Syariah ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Memahami dan mengetahui definisi Etika Bisnis Syariah
2.      Memahami dan mengetahui konsep Etika Bisnis Syariah
3.      Memahami dan mengetahui doktrin Etika Bisnis Syariah
4.      Memahami dan mengetahui perilaku Etika Bisnis Syariah



5.       
PEMBAHASAN

Istilah etika bisnis berasal dari dua kata yaitu etika dan bisnis. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethikosyang mempunyai beragam arti; pertama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar salah, wajib, tanggung jawab, dan lain-lain. Kedua, pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik secara moral.[1]
Sedangkan etika menurut Istiyono Wahyu dan Ostaria (2006) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar-salah, baik buruk, dan tanggung jawab. Etika adalah ilmu berkenaan tentang yang buruk dan tentang hak kewajiban moral.[2] Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menetukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu.[3]
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna. Salah satunya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus, etika adalah “kajian moralitas”, meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.[4]
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, tidak melakukan suatu keburukan, melakukan hak kewajiban sesuai dengan moral dan melakukan segala suatu dengan penuh tanggung jawab.[5]
Dalam islam, istilah yang paling dekat hubungan dengan istilah etika di dalam Qur’an adalah khuluq. Qur’an juga mempergunakan sejumlah istiilah lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan: khyar (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetraan dan keadilan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan). Tindakan ynang terpuji disebut sebagai salihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyi’at.[6]
Sedangkan bisnis secara etimologi, memiliki beberapa arti; usaha, perdagangan, toko, perusahaan, tugas, urusan, hak, usaha dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan atau bidang usaha. Dari pengertian secara bahasa itu tampak bahwa bisnis adalah sebagai aktivitas rill ekonomi yang secara sederhana dilakukan dengan cara jual beli atau pertukaran barang dan jasa. Secara terminologi terdapat beberapa pengertian mengenai bisnis. Menurut Hughes dan Kapoor, bisnis merupakan kegiatan usaha individu yang terorganisir untuk menghasilkan laba atau menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.[7]
Etika bisnis, kadangkala merujuk pada etika manajemen atau etika organisasi, yang secara sederhana membatasi kerangka acuannya pada konsepsi sebuah organisasi.[8]
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan  salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral, sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Standar etika bisnis tersebut diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.[9]

1.    Konsep Peran Manusia
Untuk memahami etika usaha yang Islami, terlebih dahulu harus dipahami peran (dan tugas) manusia di dunia. Allah swt. Telah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
            Ayat ini menegaskan, bahwa Allah swt. Tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan supaya menyembah-Nya.
Firman Allah swt.  dalam Surah At-Taubah ayat 31. Maksud ayat tersebut, mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal. Pendapat ini sama dengan pendapat az Zajjaj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat, bahwa Allah swt. tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepda-Nya dan untuk merendahkan diri. Setiap makhluk, baik jin atau manusia, wajib tunduk kepada peraturan Tuhan dan merendah diri terhadap kehendak-Nya. Menerima apa yang iIa takdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Tidak seorangpun dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat, karena semuanya atas kehendak Allah swt. ayat tersebut menguatkan perintah mengingat allah swt. dan mengimbau manusia supaya melakukan ibadah kepada Allah.[10]
Oleh karena itu, semua tindakan manusia di dunia ini adalah semata-mata ibadah, semata-mata untuk mengabdi kepada Allah swt.  sebagai abdi Allah, dalam semua tindakannya manusia harus mengikuti perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Semua tindakan tersebut juga termasuk tindakan dalam berusaha. Disamping sebagai abdi dari Allah swt, manusia juga diangkat oleh Allah swt. untuk menjadi khalifah dimuka bumi.

2.    Konsep Syariat Islam
Ketentuuan Allah swt. yang berkaitan dengan manusia disebut sebagai syariat yang artinya adalah jalan atau hukum aturan. Tentunya, syariat bagi umat Islam adalah syariat Islam. Menurut Imam Ghazali, tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan (aqidah), kehidupan, akal, keturunan dan harta benda (mal) mereka. Segala sesuatu yang menjamin terlindungnya kelima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki oleh manusia.[11]
Pendapat ahli pikir Islam ini (Imam Ghazali) sangat baik untuk dijadikan panduan dalam menentukan prioritas hidup. Urutan kelima perkara yang dikemukankan oleh Imam Ghazali pantas menjadi urutan prioritas utama. Segala sesuatu yang dapat menganggu apalagi sampai mengurangi keimanan haruslah ditinggalkan. Kemudian, kehidupan haruslah didahulukan daripada  akal, atau hasil penalaran akal tidak boleh dipakai untuk menganggu nilai kehidupan. Dan selanjutnya keturunan dan harta benda tidak boleh membuat manusia kehilangan akal. Itulah sebabnya, cita-cita manusia harus diorientasikan untuk menegakkan agama Allah-agama Islam-s. serta semata-mata unutk mendapatkan ridho Allah swt.
Ahli pikir Islam Ibnu Qayyum juga mengatakan, bahwa orang yang tinggi cita-citanya hanya menggantungkan segala urusannya kepada Allah, tidak mengharapkan sesuatu balasan kecuali ridha Allah. Tingkah laku dan etika yang menghiasi pribadinya menjadi dasar dalam dakwah yang tidak ditukar dengan sesuatu yang merusak kepribadiannya. Sehingga, syariat Islam akan menentukan kepribadian seorang muslim yang akan tercermin dalam tingkah lakunya sehari-hari, termasuk tingkah laku dalam berusaha dan dalam menghadapi tantangan hidup di dunia.

3.    Tata Nilai Islam
Dalam menjalankan perannya sebagai wakil Allah swt. menjadi khalifah di dunia, manusia harus mengikuti tata nilai yang telah ditetapkan Allah swt. tata nilai tersebut mengacu pada tujuan hidup manusia, yaitu memperoleh kesejahteraan hidup didunia dan di akhirat. Allah swt. telah menentukan bahwa kesejahteraan di akhirat lebih penting dari kesejahteraan di dunia, namun Allah swt. juga memperingatikan manusia untuk tidak melupakan haknya atas kenikmatan di dunia. Allah menjelaskan bahwa barang siapa yang menghendaki amal dan usahanya dengan pahala akhirat, maka di mudahkan  baginya untuk beramal shaleh, kemudian mengganjar amalnya itu, satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan berlipat ganda, menurut kehendak Allah swt. begitu pula sebaliknya, barang siapa mengharapkan kehendak usahanya kemewahan dunia dengan segala bentuknya tidak ada sedikitpun perhatiannya tetang amalan dan pahala akhirat, maka Dia akan memberikan sebanyak apa yang telah ditentukan baginya, tetapi ia tidak akan memperoleh sedikitpun pahala akhirat, karena amal itu sendiri sesuai dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasan amalnya sesuai dengan niatnya, sebagaimana sabda Nabi saw:
”Bahwasanya amal itu menurut niatnya, dan bahwasanya bagi setiap orang mendapat balasan sesuai dengan dengan apa yang telah diniatkannya.”(HR. BUkhari dan Muslim).
Dalam menjalankan tugas mengabdi kepada Allah swt. sebagai khlifah di dunia, manusia juga diperingatkan untuk tidak terperosok dalam kenikmatan. Menggunakan rahmat Allah semata-mata untuk memenuhi hasrat pribadi saja. Semua yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah swt. dan sebagian manusia dijadikan khlaifah untuk menguasainya dengan amanah untk menafkahkan dijalan Allah, karena pada sebagian dari harta tersebut terdapat bagian tertentu yang menjadi hak orang lain. Maksud menguasai disini ialah, penguasaa yang bukan secara mutlah, hak milik pada Allah hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah, karenanya manusia tidah boleh kikir dan boros.[12]
Demikianlah tata nilai menurut ajaran Islam, yaitu sebagai berikut:
a.    Kesejahteraan di akhir lebih utama dari kesejahteraan di dunia, namun manusia tidak boleh melupakan haknya atas kenikmatan dunia.
b.    Namun dilain pihak, kenikmatan dunia tidak boleh membuat manusia lupa akan kewajibannya sebagai abdi Allah dan sebagai Khalifah di dunia.
c.    Manusia tidak akan memperoleh kecuali yang diusahakannya, dan Allah swt. menjamin akan mendapatkan balasan yang sempurna.
d.   Dalam setiap rahmat dari Allah berupa harta yang diterima oleh manusia, terdapat hak orang lain. Oleh karena itu, harta harus dibersihkan dengan zakat, infaq, dan sedekah.

4.    Dasar Konsep Bisnis
Allah telah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk hanya mengambil segala sesuatu yang halal dan baik. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk tidak mengikuti langkah-langkah syaitan dengan mengambil yang tidak halal.
Jadi, sesungguhnya yang halal dan haram itu jelas, Bila masih diragukan, maka sebenarnya ukurannya berkaitan erat dengan hati manusia itu sendiri. Bila hatinya jernih, maka segala yang halal kan menjadi jelas. Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak halal termasuk yang syubhat tidak boleh menjadi obyek usaha, dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha.



Ayat – ayat al – Quran yang bernada positif dan optimis tentang manusia. Kisah keluarnya Adam dari Jannah merupakan simbol “kebangkitan” manusia, yang berhasil keluar dari kondisi naluri hewaninya, menuju terbentuknya sebuah pribadi, yang menyadari potensi akalnya. Dengan akal itulah, manusia mampu menjadi khalifah Allah dibumi, menjadi pengelola alam lingkungannya. Manusia adalah satu – satu makhluk yang “bisa merasa bosan dan tidak puas, yang bisa merasakan keterlemparannya dari Surga. Ia mampu berlanjut untuk mengembangkan penalarannya, sehingga ia bisa menjadi tuan bagi alam lainnya dan dirinya sendiri.
Penegasan al – Quran tentang manusia dalam surat At – Tiin : 4-6, bahwa manusia adalah mahkota ciptaan Allah. “Sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya (4)” Ayat ini telah memunculkan pengertian “baik” (hasanah) yang memberikan sifat pada bentuk fisik yang menyangkut susunan simetris (qawamma) segi badan atau tubuh manusia. Predikat itu mengandung beban pada manusia, karena kemudian manusia, akan (bisa) turun derajatnya sampai tingkat yang paling rendah (neraka) (5), kecuali mereka yang mengisi eksistensinya dengan sikap dan perilaku yang baik, yaitu orang – orang beriman dan melakukan perbuatan yang baik (amal saleh), dan karenanya mereka akan memperoleh kebaikan – sukses (pahala) yang tiada putus – putusnya (6). Disini, predikat baik, yaitu saleh tampil lagi, berpasangan dengan hasanah. Ayat – ayat ini bermaksud membangkitkan kesadaran moral manusia, agar manusia itu menjadi makhluk yang paling baik dari segi jasmaniah maupun rohaniah.
a.    Ilmu
Predikat diciptakan sebaik – baiknya itu menunjukkan bahwa kualitas manusia dilihat baik dari segi fisik maupun dari segi rohaniahnya. Keunggulan manusia atas makhluk – makhluk lain, termasuk makhluk yang disebut malaikat, tersirat dalam kisah Adam yang diceritakan dalam surat al – Baqarah ayat 30 :
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”, maka mereka (malaikat) berkata : mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji-Mu ?” Tuhan berfirman : Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam dialog ini memperlihatkan bahwa Allah akan menunjukkan keunggulan manusia kepada para makhluk lain ciptaan-Nya (para malaikat). Keunggulan itu adalah : Pertama, tidak sebagaimana makhluk – makhluk yang lain, manusia diberi sesuatu yang menjadikannya unggul, yaitu kemampuannya untuk mengeja nama – nama benda. Dengan kemampuannya itu, manusia bisa mengakumulasikan pengalamannya secara sistematis sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah menjadi dasar pada manusia untuk bisa mengemban tugasnya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Dalam surat Hud : ayat 61 dikatakan…
Allah telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya”
dengan kata lain, tugas manusia dijadikan sebagai penghuni dunia untuk menguasai, memelihara alam lingkungannya dan mengelolanya bagi kemakmuran manusia itu sendiri didunia ini.
Keunggulan sebagaimana disebut para malaikat, yang merasa dirinya lebih unggul dari manusia, menanyakan kepada Tuhan, yang bernada protes, tentang mengapa Tuhan menjadikan manusia khalifah dibumi, padahal mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah lalu mengajarkan ilmu kepada malaikat untuk tunduk kepada manusia. Mereka melakukannya, kecuali Iblis yang menolak untuk tunduk, termasuk mengoreksi perintah itu, bahkan kemudia menjerumuskan manusia kedalam perbuatan untuk melanggar perintah Allah. Akan tetapi, walaupun telah diberi kemampuan berupa ilmu pengetahuan, ternyata manusia dapat tergelincir kepada perbuatan yang salah, konflik, sebagian menjadi musuh bagi yang lain. Pada ayat 34 surat al – Baqarah, Iblis disebut sebagai makhluk yang menolak perintah Allah untuk tunduk kepada manusia (Iblis berasal dari kata balasa, artinya putus asa, yang oleh ahli tafsir Muhammad Ali diartikan
keinginan rendah menjauhkan manusia dari sujud kepada Allah untuk memperoleh Rakhmat-Nya).”
Sementara itu, pada ayat 36 surat yang sama disebutkan setan (syaitan) yang berasal dari kata syayathana yang berarti merenggang atau menjauhi, sehingga istilah itu diartikan sebagai makhluk yang mengisurh, menghasut atau membujuk manusia agar menuruti keinginan nafsu rendahnya untuk menyelewengkan manusia dari jalan yang benar. Iblis dan setan itulah yang menimbulkan konflik dalam kehidupan manusia.
Keunggulan kedua, dalam surat asy – Syam ayat 7-8, Allah bersumpah untuk menganugerahi dua potensi kepada manusia yaitu potensi taqwa dan potensi fujur (kufur = buruk ) :
demi jiwa dan (proses) penyempurnaan ciptannya (7), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan (keburukan) dan ketaqwaan (kebaikan) (8).”
kandungan ayat ini menunjukkan, bahwa manusia sesungguhnya bisa dan harus berusaha mencapai kesempurnaan, memberikan konfirmasi, bahwa manusia itu adalah makhluk etis. Jiwa (nafs) seorang itu memberinya kemampuan untuk membedakan mana yang buruk (fujur) dan mana yang baik (taqwa). Lebih lanjut, dalam surat yang sama ayat 9-10, Allah mempromosikan kepada manusia bahwa :
sesungguhnya beruntunglah (mencapai keberhasilan dan kebahagiaan) orang yang menghidupkan (menyucikan) jiwanya, (9) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan keburukan dan kefasikan) (10).”
Diantara cara agar manusia tidak rugi ialah dengan membersihkan jiwa dan menumbuhkannya sehingga berproses menuju ke kesempurnaan sebagai manusia unggul :
mereka yang beriman dan berbuat kebaikan (amal saleh), saling memberi nasihat tentang kebenaran (al – haq) dan saling memberi nasihat agar tetap dalam kesabaran.”(QS. Al – Ashr 103).
b.   Taqwa
Perlu disadari bahwa, penalaran dengan akal saja tidak cukup, manusia memerlukan yang lain, yaitu taqwa. sekalipun orang tahu dan bisa membedakan antara yang baik dengan yang buruk, namun sering kali orang cenderung kepada keburukan, karena banyak variasi dari sesuatu yang buruk itu kerap kali mengesankan sesuatu yang menyenangkan.
Dalam al – Quran, istilah taqwa, adalah pencarian seluruh nilai (baik) dan penghindaran dari nilai – nilai buruk secara umum disebut oleh al – Quran sebagai taqwa. Taqwa merupakan kata induk (masdar) dari kata “waqa” yang artinya “menjaga diri”, maksudnya memelihara atau melindungi atau menjaga diri dari kerugian, kerusakan dan keburukan lainnya, berhati – hati agar tidak mengerjakan apa saja yang bersifat keburukan dan kemungkaran, atau kecenderungan yang terdapat pada jiwa manusia untuk memilih yang benar atau baik. Jadi kalau ada orang yang menyebut “taqwa” itu maksudnya menjaga diri sendiri jangan sampai melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah, jangan sampai mengerjakan apa pun yang diharamkan oleh Allah, dan sebaliknya hendaklah dengan segera dan sebanyak mungkin berbuat kebaikan, melaksanakan semua perintah Allah yang diwajibkan dalam agama Islam. Seseorang yang bertaqwa, adalah orang yang memiliki kesadaran moral, untuk menentukan sikap dan tindakan. Kesadaran ini membawa orang pada pilihan yang bertanggung jawab, sesuatu pilihan yang etis, sebab didasarkan pada pertimbangan baik – buruk, salah – benar, dan karena itu juga mengandung segi rasional. Namun disamping rasional, taqwa sebanrnya juga didorong oleh sikap hanief yang terdapat pada manusia, yaitu kecenderungan kepada kebenaran.


c.    Kemauan
Kemauan menjadi modal utama berakhlak. Seseorang harus tahu akan kebaikan, kejujuran, keadilan, dermawan, memiliki disiplin yang tinggi, memiliki etos belajar yang kuat, ramah, sopan, jujur, dan lain – lain. Namun, apabila tidak ada kemauan untuk menjalankan apa yang ia ketahui maka ia belum termasuk orang yang baik.
Semua sependapat bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai setiap manusia adalah kebahagiaan yang tertinggi, jalannya adalah kebaikan. Anggapan tentang baik buruk ini pun bermacam – macam menurut tafsiran mereka masing – masing, usaha yang dilakukannya pun berbeda – beda. Namun, bagi umat Islam tidak perlu menjadi filsuf, karena umat Islam telah memiliki landasan yang jelas dan pasti yaitu al – Quran dan hadist. Seseorang yang dalam usahanya mencapai tujuan akhir tidak menyimpang dari garis kebaikan (menurut al – Quran dan Hadist) maka manusia akan menemukan kebahagiaan tertinggi. Namun, apabila terjadi penyimpangan dari al – Quran dan Hadist dalam mencapai tujuan akhir maka yang didapat hanyalah penderitaan, baik yang dirasakan sendiri maupun pihak lan, baik secara langsung maupun tidak.

Bisnis yang dibangun berdasarkan kaidah – kaidah al – Quran dan hadist akan mengantarkan para pelakunya mencapai sukses dunia dan akhirat. Standar etika Perilaku Bisnis Syariah (PBS) mendidik agar para pelaku bisnisnya dengan : (1) taqwa, (2) aqshid, (3) khidmad, (4) amanah secara terus menerus.
a.    Taqwa
Sebuah hadist diriwayatkan dari Umar ra.
“Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda : Sekiranya kalian bertawakkal (menyerah) kepada Allah dengan sungguh – sungguh, maka Allah akan memberikan rezeki pada kalian seperti burung yang keluar dipagi hari dengan perut kosong (lapar), tetapi kembali disore hari dengan perut kenyang.”
Hadist ini dengan jelas menerangkan bahwa betapa Allah akan memudahkan rezeki kepada kita sepanjang kita tetap bertawakkal kepada-Nya dengan sungguh – sungguh.
Seorang muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah dalam aktivitas mereka. Ia hendaknya sadar penuh dan responsif terhadap prioritas – prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Kesadaran akan Allah ini hendaklah menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan. Misalnya datang panggilan shalat, maka segera tinggalkan pekerjaan, lalu lakukan shalat, demikian juga dengan kewajiban – kewajiban yang lainnya.
Semua kegiatan transaksi bisnis hendaklah ditujukan untuk tujuan hidup yang lebih mulia. Umat Islam diperintahkan untuk mencari kebahagiaan akhirat dengan cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan kepada manusia dengan jalan yang sebaik – baiknya didunia ini.
Al – Quran memerintahkan untuk mencari dan mencapai prioritas – prioritas yang Allah tentukan bagi manusia.
1.    Hendaklah mereka mendahulukan pencarian pahala yang besar dan abadi diakhirat ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada didunia.
2.    Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, walaupun misalnya yang disebut terakhir mendatangkan banyak keuntungan yang lebih besar.
3.    Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram.
Sekalipun Islam menyatakan bahwasannya berbisnis merupakan pekerjaan halal, pada tataran yang sama ia mengingatkan secara eksplisit bahwa semua kegiatan bisnis tidak boleh menghalangi mereka untuk selalu memiliki kesadaran tentang Allah (ingat Allah, dzikrullah) meskipun ia sedang sibuk mengurusi kekayaan dan anak – anaknya.
Dalam hal bisnis, nilai – nilai religius hadir dikala melakukan transaksi bisnis, selalu mengingat kebesaran Allah, dan karenanya terbebas dari sifat – sifat kecurangan, kebohongan, kelicikan, dan penipuan dalam melakukan bisnis.
b.   Aqshid
Aqshid, adalah sederhana, rendah hati, lemah lembut, santun. Dalam banyak ayat Al – Quran kita temukan perintah untuk tampil simpatik:
rendah hatilah kamu terhadap orang – orang yang beriman” (QS. Al – Hijr : 88)
Al – Quran juga mengajarkan untuk senantiasa rendah hati dan bertutur kata yang manis :
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang sombong lagi membagakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk – buruk suara ialah suara keledai”(QS. Luqman : 18 – 19)
            Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang tinggi mencakup semua sisi manusia. Allah memerintahkan orang muslim untuk rendah hati dan lemah lembut :
maka disebabkan rahmat dari Allah – lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menghindar – menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (QS. Ali Imran : 159)
            Perkataan yang kasar dan ketus tidak tidak pernah akan menghampirkan orang lain kepada kita, malah akan menjauh dan bahkan bisa jadi mendoakan agar kita celaka.
            Perilaku sopan dalam berbisnis dengan siapa pun tetap harus diterapkan, berbicara dengan ucapan dan ungkapan yang baik walaupun dengan orang yang berpakaian compang – camping dan hitam legam sekalipun. Pebisnis muslim diharuskan untuk berlaku manis dan dermawan terhadap orang – orang yang miskin, dan karena alasan tertentu ia tidak mampu memberikan sesuatu kepada mereka, setidak – tidaknya perlakukanlah mereka dengan sopan dan kata – kata yang baik.
c.    Khidmad
Khidmad artinya melayani dengan baik. Sikap melayani merupakan sikap utama dari pebisnis, tanpa sikap melayani jangan menjadi pebisnis, dan bagian penting dari sikap melayani ini adalah sopan – santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat dengan mitra bisnisnya.
Rasulullah bersabda bahwa salah satu ciri orang beriman adalah mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang lain pun mudah bersahabat dengannya. Tidak hanya sekedar santun dan lemah lembut dalam melayani tetapi juga mengembangkan sikap toleransi (tasamuh).
Dalam kehidupan sehari – hari baik itu dalam transaksi maupun pinjam – meminjam bentuk toleransi ini adalah kesediaan untuk memperpanjang rentang waktu sehingga memudahkan orang lain bukan menyengsarakan orang lain, misalnya saja pada saat seharusnya pelanggan harus membayar utang, cicilan kredit, dan sebagainya karena sudah jatuh tempo, tetapi karena dia sedang kesulitan, berdasarkan Al – Quran dan hadist yang bisa dilakukan adalah :
a)”jika (orang berutang itu ) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia mampu, atau b) menyedekahkan utang itu sebagian atau semuanya itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al – Baqarah : 280)
            Sepanjang menyedekahkan atau memutihkan atau membebaskan itu karena mencari ridha Allah, Rasulullah SAW mempromosikan kepada manusia sebagai berikut :
1.    Barang siapa yang menolong orang mukmin yang sedang mengalami kesulitan untuk membayar utang atau tidak memintanya sama sekali, Allah akan menolong kesulitannya dihari akhirat (HR. Muslim).
2.    Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesusahannya atau menolong orang teraniaya, Allah SWT memberikan kepadanya 73 ampunan.
d.   Amanah
Islam menginginkan agar pebisnis mempunyai hati yang “hidup” sehingga bisa menjaga hak Allah, hak orang lain dan haknya sendiri, dapat memproteksi perilaku yang merusak amanah yang diberikan kepadanya, mampu menjaga dan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah, sebaliknya bagi manusia mengkhianati amanah, maka Allah menyebutnya sebagai manusia yang amat zhalim dan amanat bodoh (QS. Al – Azhab : 72). Sifat amanah harus dimiliki oleh pebisnis muslim, sebab tidak hanya untuk kepentingan muamalah semata tetapi berkaitan dengan status iman seseorang sebagaimana Rasulullah SAW mengingatkan :
tidak sempurna iman seseorang yang tidak mempunyai sifat amanah, dan juga tidak sempurna keIslaman seseorang yang tidak mempunyai komitmen” (HR. Ahmad).
            Sebagai  pebisnis muda Rasulullah SAW  dikenal sebagai Mr. Clean = jujur dan terpercaya karena sifat amanah. Sifat amanah seharusnya menghiasi seseorang muslim dalam setiap gerak langkah dan perilaku bisnisnya. Sifat jujur terkadang dianggap mudah untuk dilaksanakan manakala tidak dihadapkan pada ujian atau tidak dihadapkan pada godaan duniawi, tetapi kejujuran yang sejati sebagaimana kata amiinu = dapat dipercaya, akan menimbulkan kepercayaan bagi semua orang dan tidak jarang investor memberikan modal tanpa jaminan dengan sistem bagi hasil setidaknya itulah yang dialami oleh Rasulullah saw sebelum menjadi nabi memperoleh tawaran dari Siti Khadijah konglongmerat Arab saat itu. Itulah juga sebabnya mengapa Musa sebelum menjadi nabi ditawari pekerjaan oleh Nabi Syu’aib karena mampu menjaga diri dari godaan hawa nafsu duniawi.
            Ketika amanah telah menjadi denyut nadi seseorang, ia akan mampu menjaga hak Allah, hak manusia dan memelihara dirinya dari kehinaan. Bagi pebisnis muslim yang amanah akan mematuhi perintah Allah. Mereka memenuhi takaran dan timbangan (neraca) karena ketaatannya karena Allah.
            Demikian juga ketakutannya berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan perilaku bisnisnya. Jika ingin mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran seseorang, ajaklah kerjasama dalam bisnis, disana akan kelihatan sifat – sifat aslinya. Kejujuran yang hakiki itu terletak pada muamalah mereka, tetapi godaan untuk memperoleh laba dapat membuat terlena, menghalalkan segala cara, karena itulah Rasulullah saw wanti – wanti agar umatnya yang menekuni profesi bisnis tidak celaka. [13]



BAB III

PENUTUP


1.   Etika bisnis syariah adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Prinsip ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglongmerat adalah untuk mencari keuntungan sebesar – besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada. Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :
a.    Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
b.   Kesadaran tentang signifikasi sosial kegiatan bisnis
c.    Tidak melakukan sumpah palsu
d.   Ramah – tamah
Tidak boleh berpura – pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem lsIam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip – prinsip bisnis yang tidak bermoral.
2.      Secara normatif, etika bisnis dalam Al – Quran memperlihatkan adanya suatu struktur yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak (moral), struktur etika dalam Al – Quran lebih banyak menjelaskan nilai – nilai kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat atau ide hingga perilaku dan perangai. Dengan demikian, etika bisnis dalam Al – Quran tidak hanya dipandang dari aspek etika secara persial, tetapi juga secara keseluruhan yang memuat kaidah – kaidah yang berlaku umum dalam agama Islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum Islam harus dibangun dan dilandasi oleh prinsip – prinsip kesatuan, keseimbangan/keadilan, kehendak bebas/ikhtiar, pertanggungjawaban dan kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Kemudian, harus memberikan tuntutan visi bisnis masa depan yang bukan semata – mata untuk mencari keuntungan yang sifatnya hanya “sesaat”, melainkan mencari keuntungan yang mengandung hakikat “baik” yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia.
3.   Untuk dapat mewujudkan etika bisnis dalam membangun tatanan bisnis Islami yaitu :
a.    Bisnis baik sebagai aktivitas individual, organisasi atau perusahaan, bukan semata – mata bersifat duniawi. Akan tetapi sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezhaliman tetapi mengandung nilai kesatuan, kebajikan dan kejujuran.
b.   Diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian – kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif etik sekaligus empirik induktif yang memprioritaskan penggalian dan pengembangan nilai – nilai Al – Quran, agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang terus berlangsung.
4.   Etika secara terminologis  etika merupakan sebuah studi sistematis yang membahas tentang konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah, prinsip – prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannnya atas apa saja, juga bisa disebut juga sebagai filsafat moral. Ini artinya etika merupakan dasar moralitas seseorang dalam melakukan hal apapun. Ia akan disebut sebagai orang yang baik manakala etika yang digunakan baik, sebaliknya jika ia melakukan suatu hal yang buruk, jelek, salah maka ia akan disebut sebagai orang yang tidak mempunyai moral. Karena pada prinsipnya moralitas seseorang merupakan kunci untuk melakukan tindakan yang sifatnya baik.






DAFTAR PUSTAKA


Beekum, Rafik Issa. 2004. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismanto, Kuat. 2009. Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rivai, Veithzal. dkk., 2012. Islamic Business and economic ethics Mengacu pada Al-Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW. dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasan, Ali. 2009. Manajemen Bisnis Syariah. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR





[1] Kuat Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 37
[2] Veithzal Rivai,dkk., Islamic Business and economic ethics Mengacu pada Al-Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW. dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 2
[3] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 3
[4] Veithzal Rivai, dkk., Op. Cit.,  hal. 3
[5] Ibid.
[6] Rafik Issa Beekum, Op. Cit., hal. 3
[7] Kuat Ismanto, Op. Cit.,  hal. 38
[8] Rafik Issa Beekum, Op. Cit., hal. 3
[9] Veithzal Rivai, dkk.,Op. Cit., hal. 4
[10] Veithal Rivai, Amiur Nurudin, ISLAMIC BUSINESS AND ECONOMIC ETHICS,(Jakarta: PT BUmi Aksara, 2012),hal.16

[11] Veithal Rivai, Amiur Nurudin, ISLAMIC BUSINESS AND ECONOMIC ETHICS,(Jakarta: PT BUmi Aksara, 2012),hlm.18
[12] Veithal Rivai, Amiur Nurudin, ISLAMIC BUSINESS AND ECONOMIC ETHICS,(Jakarta: PT BUmi Aksara, 2012),hal.23
[13] Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah, (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2009), hal.  176- 189