MAKALAH
KONFLIK
DAN NEGOSIASI DALAM ORGANISASI
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perilaku Organisasi
Dosen
Pengampu :
Didik
Setiawan, S. E. MM
Disusun
oleh :
Kelompok
9
1.
Fadlina
Ichwati (17401153047)
2.
Devy
Sartyka Ayuningtyas (17401153118)
3.
Muhammad
Syahrul Na’im (17401153080)
4.
Nur
Fitriyani (17401153356)
PERBANKAN
SYARIAH III C
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER
2016
BAB I
KAJIAN
MATERI
A.
Pengertian
konflik
Kata
konflik menurut bahasa Yunani yaitu configere, coflictm yang berarti saling
berbenturan. Arti kata ini menunjukan pada semua bentuk benturan, tabrakan,
tidak kesesuaian.[1] Sedangkan dalam istilah
Al-Quran, konflik sinonim dari kata ikhhtifal, sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah SWT dalam surat Al-baqarah ayat 176 yang artinya :
“Yang demikian itu adalah karena Allah telah
menurunkan l kitab dengan membawa kebenaran dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang kebenaran
al- kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh”.
Dengan
demikian konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana melakukan usaha yang sengaja dibuat
untuk menghilangkan usaha-usaha B dengan sebentuk usaha untuk menghalangi
sehingga mmengakibatkan frustasi pada B dalam usahanya mencapai tujuannya atau
dalam meneruskan kepentingannya.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dan
ketidaksesuaian kepentingan, tujuan dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial,
dan psikologi, sehingga menjadi antagonis, emosional. Adapun unsur-unsur dari
konflik adalah sebagai berikut:
1)
Adanya pertentangan, ketidaksesuaian, perbedaan
2)
Pihak-pihak yang berkonflik
3)
Adanya situasi dan proses
4)
Adanya tujuan, investasi/ kebutuhan
Suatu
konflik terjadi, apabila dengan kenyataan menunjukan timbulnya berbagai gejala
sebagai berikut:
1)
Paling tidak ada dua pihak secara perseorangan
maupun kelompok terlibat dalam suatu interaksi yang berlawanan.
2)
Adanya saling pertentangan dalam mencapai
tujuan dan atau adanya suatu normal atau nilai-nilai yang saling berlawanan.
3)
Adanya interaksi yang ditandai dengan perilaku
yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan menekan terhadap
pihak lain untuk memperoleh kemenangan seperti status, tanggung jawab,
pemenuhan kebutuhan.
4) Adanya
tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat pertentangan.
5) Adanya
ketidakseimbangan akibat usaha tiap-tiap pihak yang berkaitan dengan kedudukan
atau kewibawaan, harga diri.
Dengan
kehidupan berorganisasi tentunya konflik mempunyai keuntungan dan kelebihan
masing-masing, diantara keuntungannya adalah sebagai berikut:
1)
Memungkinkan terdapat ketidakpuasan yang muncul
sehingga organisasi mengadakan penyesuaian dan dapat mengatasinya.
2)
Memungkinkan timbulnya norma-norma baru yang
sangat berguna untuk mengatasi kekurangan norma-norma lama.
3)
Mengukur kemampuan struktur kekuasaan yang ada
pada organisasi.
4)
Memperkuat ciri kelompok yang ada, sehingga sekelompok
tersebut memiliki identitas yang pasti.
5)
Menyatukan beberapa komponen yang terpisah.
6)
Merangsang usaha mengurangi stagnasi.
Beberapa
kekurangan dari konflik sendiri adalah sebagai berikut:
1) Menyebabkan
timbulnya perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi.
2) Membawa
organisasi ke arah disentegrasi.
3) Menyebabkan
ketegangan antar individu maupun antar kelompok.
4) Menghalangi
kerjasama antara individu dan mengganggu saluran informasi.
5) Memindahkan
perhatian anggota organisasi dan tujuan organisasi.
Konflik
suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan tujuan dan kebutuhan dalam
situasi formal, sesuai dan psikologi, sehingga menjadi antagonis, emosional. Terdapat beberapa unsur konflik
antara lain:
1) Adanya
pertentangan, ketidaksesuaian dan perbedaan
2) Adanya
pihak-pihak antara konflik
3) Adanya
situasi dan proses
4) Adanya
tujuan, interes/kepentingan, kebutuhan
Ada tiga
sudut pandang terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi yaitu:
1)
Konflik
Tradisional
Konflik ini dipandang sebagai
sesuatu yang jelek, tidak menguntungkan dan selalu menimbulkan kerugian dalam
organisasi.
2)
Aliran Behavioral
Konflik ini dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah, wajar terjadi dalam organisasi.
3)
Aliran Interaksi
Dalam aliran ini konflik
harus diciptakan dalam organisasi karena, pandangan ini dilatarbelakangi oleh
konsep bahwa :
“organisasi yang tenang, harmonis, penuh
kedamaian, maka kondisinya akan menjadi statis stagnasi dan tidak inovatif.
Akibat selanjutnya organisasi tidak dapat bersaing untuk maju.
B.
Sumber-Sumber
Konflik
Sumber
dari munculnya suatu konflik itu yang pertama bisa melalui masalah komunikasi.
Misalnya saja salah dalam penyimpangan informasi dalam sebuah komunikasi sumber
yang kedua adalah struktur organisasi, hal ini dapat menyebabkan konflik karena
masing-masing dari organisasi memiliki tugas dan kepentingan yang nantinya bisa
saja terjadi pergesekan atau benturan. Sumber yang ketiga adalah faktor
manusia, karena sifat manusia yang berbeda-beda hal ini dapat menimbulkan
terjadinya komunikasi.
Menurut
Schmuck mengemukakan empat sumber terjadinya konflik yaitu:
1. Adanya
perbedaan fungsi dalam organisasi
2. Adanya
pertentangan kekuatan antar pribadi dan sub sistem
3. Adanya
perbedaan peranan
4. Adanya
tekanan yang dipaksakan dari luar organisasi[2]
C.
Faktor-Faktor
yang mempengaruhi konflik
Beberapa faktor yang mempengaruhi konflik antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Ciri
umum pihak-pihak yang berkonflik
2. Hubungan
pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadi konflik
3. Sifat
masalah yang menimbulkan konflik
4. Lingkungan
sosial dimana konflik terjadi
5. Kepentingan
pihak-pihak yang berkonflik
6. Strategi
yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik
7. Konsekuensi
konflik terhadap yang berkonflik dan terhadap pihak lain
D.
Jenis-Jenis
konflik
Ditinjau dari sudut fungsnya:
1.
Konflik
Konstruktif
Adalah konflik yang memiliki
nilai positif bagi mengembangkan organisasi.
2.
Konflik
Distruktif
Adalah konflik yang memiliki
nilai negatif bagi mengembangkan organisasi.[3]
E.
Proses
Terjadinya Konflik
Menurut
Smith mengemumakan terjadinya konflik melalui thap berikut:
1. Tahap
antisipasi yaitu tahap merasakan gejala munculnya perubahan yang mencurigakan.
2. Tahap
menyadari yaitu perbedaan yang mulai diekspresikan dalam bentuk situasi yang
tidak mengenakkan.
3. Tahap
pembicaraan yaitu pendapat-pendapat mulai muncul.
4. Tahap
perdebatan terbuka yaitu pendapat yang berbeda mulai dipertajam dan lebih
terumuskan dengan baik dan kentara.
5. Tahap
konflik terbuka yaitu masing-masing pihak berusaha memaksakan pendirian pada
pihak lain.
- Pengertian Negosiasi
Negosiasi
menurut Hendraman dan Srie Haryanti Martono (2002) merupakan serangkaian
diskusi antara individu atau kelompok dengan latar belakang yang berbeda untuk
mendapatkan kesepakatan. Negosiasi merupakan proses interaksi antara individu
atau kelompok yang mempunyai perbedaan argumentasi maupun persuasi untuk
mendapatkan kesepakatan bersama.[4]
a. Negosiasi dapat diartikan :
1. Proses
tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai
kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak
(kelompok atau organisasi) yang lain.
2. Penyesuaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.[5]
Selain itu negosiasi didefinisikan sebagai
suatau proses dalam mana dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan
berupaya menyepakati nilai tukar barang jasa tersebut.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan negosiasi
adalah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan
pihak ketiga, yang diakhiri dengan perdamaian. Hal ini dijelaskan oleh Allah
dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 10 yang atinya:
“sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu dinamakanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al-Hujurat (49):10)
b.
Manfaat
Negosiasi
1. Mendapatkan
keefektifan dan efisiensi dalam mencapai tujuan
2. Kesepakatan
bersama yang saling menguntungkan
3. Menjembatani
perbedaan pandangan mereka yang bernegosiasi sehingga mengurangi maupun
mencegah konflik
4. Meyepakati
tujuan bersama, metode maupun tujuan bersama yang belum jelas
c.
Hambatan
Dalam Keberhasilan Negosiasi
1.
Melihat
Negosiasi Sebagai Konfrontasi
Konfrontasi tidak diperlukan dalam negosiasi. Kenyataannya,
negosiasi yang efektif dicirikan dengan pihak – pihak yang bekerjasama untuk
mendapatkan solusi, daripada masing – masing pihak yang berupaya memenangkan
kontes keinginan. Selalu diingat bahwa sikap yang anda tunjukkan pada saat
negosiasi (keras, korperatif) akan menentukan tone dalam interaksi. Jika anda
melakukan konfrontasi, anda akan berkelahi dengan tangan anda.
2.
Mencoba
Menang Dengan Berbagai Cara
Jika anda “menang” maka harus ada yang kalah, dan akan menciptakan
situasi yang kian sulit.perspektif terbaik dalam negosiasi adalah mencoba untuk
menemukan solusi dimana kedua pihak “menang”. Jangan melihat negosiasi sebagai
kontes yang harus dimenangkan.
3. Menjadi Emosional
Adalah
hal yang wajar menjadi emosional pada saat melakukan negosiasi yang penting.
Namun, semakin kita emosional, semakin kita kurang membangun negosiasi yang
konstruktif. Sangat penting untuk menjaga kendali.
4. Tidak Mencoba Memahami Orang Lain
Karena kita mencoba menemukan solusi yang dapat diterima
kedua belah pihak, kita perlu memahami kebutuhan dan keinginan orang lain. Jika
kita tidak tahu kebutuhan atau keinginan orang lain, kita tidak dapat melakukan
megosiasi dengan baik. Yang sering terjadi, ketika kita mencoba mencari tahu
tentang seseorang, yang kita temukan adalah ketidaksetujuan yang tidak
signifikan.
5. Fokus Pada Kepribadian, Bukan Isu
Biasanya, dengan orang yang tidak begitu kita sukai, kita
biasanya ,dengan orang yang tidak begitu kita sukai, kita cenderung menganggap
betapa sulitnya orang tersebut. Ketika hal tersebut terjadi, negosiasi yang
efektif tidak mungkin dilakukan. Maka penting untuk berpegang pada isu, dan
menyingkirkan rasa suka atau tidak suka pada individu.
6. Menyalahkan Orang Lain
Pada
konflik atau negosiasi, masing-masing pihak memberikan kontribusi, yang
menjadikannya lebih baik atau buruk. Jika anda menyalahkan orang lain karena
kesulitan yang dibuat, anda akan menciptakan situasi kemarahan. Jika anda
bertanggung jawab terhadap masalah, anda menciptakan semangat kerja sama.[6]
d.
Macam Negosiasi
Macam negosiasi ada 2 (dua) macam
yaitu kompetitif atau distributif (pihak yang bernegosiasi ada yang menang dan
ada yang kalah) dan kooperatif atau integratif (pihak yang bernegosiasi sama-
sama menang)
Perbedaan
negosiasi kompetitif dan kooperatif
NO
|
Negosiasi kooperatif
|
|
1
|
Ada pihak yang kalah
|
Semua pihak menang
|
2
|
Minat
kedua belah pihak bertentangan
|
Minat kedua pihak ada kesamaan
|
3
|
Strategi pemaksaan kehendak
|
Strategi saling menghargai
kehendak
|
4
|
Individualistis
|
Kerja sama
|
BAB II
PEMBAHASAN
Studi
Kasus
Gerakan Aceh Merdeka
Gerakan Aceh Merdeka atau yang biasa disebut
dengan GAM, Merupakan organisasi separatisme yang telah berdiri di Aceh sejak
tahun 1976. Tujuan didirikannya GAM ini ialah agar Aceh dapat lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan membuat negara kesatuan sendiri dengan
nama Nanggroe Aceh Darussalam. Gerakan Aceh Merdeka juga dikenal dengan nama
Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).
Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang
diproklamirkan secara terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan
Tiro dilakukan secara diam-diam disebuah kampung kedua yang bertempat di bukit
Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut
disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris, Indonesia, dan Aceh.
Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini, terungkap ketika salah seorang
anggotanya ditangkap oleh polisi dikarenakan pemalsuan formulir pemilu di tahun
1977. Sejak itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah
tanah di Aceh.
Pada
awalnya, gerakan ini terdiri dari sekelompok intelektual yang merasa kecewa
atas model pembangunan di Aceh. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan
pemerintahan di bawah orang-orang Jawa. Kelompok intelektual ini berasumsi
bahwa telah terjadi kolonialisasi Jawa atas masyarakat dan kekayaan alam di
Aceh. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, kalangan pemuda, serta
tokoh-tokoh agama di Aceh, Hasan Tiro mereproduksi gagasan anti-kolonialisasi
Jawa. Gagasan-gagasan Hasan Tiro ini semakin memuncak setelah pemerintah orde
baru mengeksplorasi kekayaan gas alam dan minyak bumi di Aceh Utara sejak awal
1970-an. Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh
dukungan yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum
diselesaikan secara tuntas di era orde lama.
Tokoh-tokoh DI/TII yang gagal melakukan
pemberontakan di Aceh, merasa bahwa dukungan mereka kepada GAM akan dapat
membantu Aceh memperoleh kemerdekaannya sendiri. Munculnya kelompok GAM
ditanggapi oleh pemerintahan orde baru dengan cara yang represif. GAM dipandang
sebagai gerakan pengacau liar sehingga harus dibasmi. Dimasa orde baru, tidak
ada toleransi bagi kaum pemberontak yang dapat menyebabkan instabilitas
politik. Hampir tidak ada kebijakan orba yang mencoba untuk mengintegrasikan
pihak-pihak yang memberontak, bahkan terhadap keluarga mereka sekalipun.
Pendekatan militer menyebabkan terjadinya
kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh, seperti penghilangan orang, pembunuhan,
pemerkosaan, dan penculikan. Sedangkan Hasan Tiro, sebagai ketua kelompok GAM,
diasingkan di Swiss dan baru saja kembali ke tanah air pada tahun 2008 kemarin.
Separatisme di Aceh justru semakin berkembang setelah tindakan represif dari
pemerintahan orde baru.
Dengan munculnya generasi baru yang mendukung
GAM yang terdiri dari para korban Daerah Operasi Militer. Generasi ke-2
kelompok GAM ini melakukan eksodus keluar dan melakukan perjuangan dari luar
Aceh, melalui Malaysia, Libya, dan Jenewa. Turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenan, menandakan berakhirnya era orde baru. Berbagai upaya untuk
meredam pemberontakan di Aceh masih terus diusahakan oleh presiden-presiden RI
berikutnya. Sejak era presiden B.J. Habibie sampai dengan presiden Megawati
telah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun, sayangnya kebijakan-kebijakan
tidak berjalan secara efektif. Sampai akhirnya, pemerintah kembali menggunakan
pendekatan militeristik untuk menyelesaikan masalah di Aceh.
Pada era Abdurrahman Wahid, jalur diplomasi
sudah mulai diterapkan untuk mendamaikan hubungan antara Indonesia dan Aceh.
Gusdur menggunakan upaya dialog damai, yang bernama Jeda Kemanusiaan I dan II.
Namun jalur ini kembali tidak efektif, karena Gusdur terpaksa turun dari kursi
pemerintahan sebelum masa jabatannya usai.
Pada era Megawati Soekarnoputri, pemerintah
kembali menggunakan pendekatan militeristik yang membuat semakin banyaknya
korban-korban sipil yang berjatuhan dengan menjadikan Aceh sebagai daerah
darurat militer. Dan sekali lagi pendekatan militer membuat Indonesia menjadi
semakin jauh dengan GAM. Yang akhirnya membuat masalah separatisme ini menjadi
semakin berlarut-larut.
Perundingan Helsinki Ide untuk menyelesaikan
konflik dengan jalur perdamaian baru tercetus ketika Indonesia berada dibawah
pemerintahan Presiden Yudhoyono. Sejak dari akhir Januari hingga Juli 2005,
SBY-JK mulai melakukan empat babak pembicaraan informal dengan pihak GAM untuk
melakukan perundingan sebagai cara damai menyelesaikan separatisme di Aceh.
Pembicaaan informal ini difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI),
yaitu sebuah lembaga yang dipimpin oleh seorang mantan pesiden Finlandia,
Martti Ahtisaari. Jusuf Kalla menamakan jalur yang dilakukan saat ini sebagai
sebuah pendekatan baru, karena Kalla mempunyai supervisi yang konsisten dan
terus menerus untuk menyelesaikan konflik Aceh dengan jalur perdamaian.2 Langkah
pertama untuk dapat mendekati jalur perdamaian, adalah dengan mempertemukan
kedua belah pihak yang bersengketa. Dan untuk dapat membuat GAM bersedia
berdialog dengan pihak Indonesia, diperlukannya rasa kepercayaan satu sama
lain. Rasa kepercayaan inilah yang cukup sulit diperoleh sehingga membuat
putaran pertama pertemuan informal ini menjadi gagal. Karena itu diperlukannya
pihak ketiga yang dapat dipercaya oleh kedua belah pihak sebagai penengah. Dan
untuk pihak ketiganya, Indonesia memilih Martti Ahtisaari. Alasan dipilihnya
Ahtisaari ialah; pertama, karena hampir selama satu tahun lamanya, Jusuf Kalla
telah berkomunikasi via telepon dengan Ahtisaari untuk membahas konflik di Aceh
ini. Kedua, karena Martti Ahtisaari memiliki kesepahaman dengan pihak RI, bahwa
dalam menyelesaikan konflik di Aceh, konsep yang mungkin digunakan adalah
konsep otonomi khusus. Ketiga, karena reputasi Martti sebagai mantan presiden
yang tebilang sangat baik. Dan yang keempat, adalah karena keberadaan pihak GAM
yang ada di Swedia diharapkan dapat ditemui dan dilobi oleh Martti, sehingga
adanya kepercayaan pihak GAM terhadap negosiator.
Dalam perundingan Helsinki terdapat lima
putaran. Pada putaran pertama dan kedua, memberikan hasil yang tidak memuaskan,
karena keadaan kedua pihak menjadi kritis, khususnya pada putaran kedua, karena
terjadi dead lock, atau tidak adanya titik temu, karena posisi kedua belah
pihak yang berbeda. Namun, peran CMI dalam mencari alternative rumusan
perundingan berhasil menjadi faktor penentu keberhasilan dalam perundingan
antar RI-GAM. Perundingan Helsinki sangat berbeda dengan perundingan –
perundingan RI-GAM yang pernah terjadi sebelumnya. Martti tidak hanya berhasil
menembus batas second track diplomacy, khusunya dengan pihak GAM dan Jusuf
Kalla, tetapi Martti memiliki kemampuan menembus first track Diplomacy
ditingkat Uni Eropa maupun PBB dan Amerika Serikat. Akhirnya, perundingan
Helsinki berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Agustus
2005. Perundingan Helsinki ini merupakan symbol berakhirnya gerakan separatisme
di Aceh.[7]
Analisis
Faktor – faktor yang menyebabkan konflik dalam
Gerakan Aceh Merdeka yaitu :
- Perbedaan budaya dan
penerapan agama Islam antara Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia.
- Kebijakan – kebijakan
sekuler dalam administrasi orde baru presiden Soeharto yang banyak dibenci
tokoh Aceh karena kebijakan pemerintah orde baru pusat yang selalu
mempromosikan satu budaya Indonesia.
- Lokasi Provinsi Aceh
diujung barat Indonesia sehingga Aceh menganggap pemimpin di Jakarta tidak
bersimpati kepada kebutuhan masyarakat Aceh dan adat istiadat di Aceh yang
berbeda.
- Tidak diberi izin oleh
presiden Soekarno untuk menerapkan hukum Islam (syariah) setelah perang
kemerdekaan Indonesia padahal presiden Soekarno sendiri telah memberikan
janji sendiri saat kunjungannya ke Aceh 1947.
- Anggota dan simpatisan
partai politik di Aceh mengalami berbagai tingkat pelecehan.
- Ketidakadilan dalam
pembagian keuntungan dari pemerintah atas hasil eksploitasi sumber daya
alam Aceh yang berupa industri minyak dan gas.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa
penyebeb utama konflik dalam Gerakan Aceh Merdeka adalah faktor Agama dan
Kebudayaan.
a.
Teori Agama
·
M.
Crawley: Teori Masa
Kritis. Agama muncul karena adanya rasa takut yang menyertai manusia
ketika menghadapi kejadian atau gejala alam yang memilukan.
·
Edward
B. Tylor (1832-1917): Teori Animisme dan
Evolusi Agama. Tiga tahap perkembangan evolusi agama dari animistik,
politeistik, dan kemonoteistik.
·
J.G.
Frazer (1854-1941). Teori Magis.
Magis adalah tindakan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan melalui
kekuatan gaib-luar biasa yang ada di alam.
·
R.R.
Marret (1866-1940). Teori Mana.
Mana adalah kekuatan luar biasa dari makhluk gaib yang dapat dimiliki dan
dipindahkan pada benda-benda kecil (cincin).
·
Sigmund Freud (1856-1939). Teori Oedipus Komplek. Adanya dorongan seksual seorang anak terhadap
ibunya, yang berakhir dengan pembunuhan dan penyembahan terhadap ruh sang ayah.
·
Emile Durkheim (1859--). Teori Sentimen
Kemasyarakatan. Agama muncul karena adanya
getaran jiwa yang berupa rasa cinta terhadap masyarakatnya. Totem merupakan
benda-benda keramat sebagai lambang suatu masyarakat.
·
Andrew Lang (1844-1912). Teori Ur Monoteisme. Keyakinan adanya dewa tertinggi yang dipandang
sebagai Pencipta alam, penjaga ketertiban alam dan kesusilaan.
b. Unsur
– Unsur Agama
·
Dimensi
Keyakinan, berisi
pandangan-pandangan teologis suatu agama.
·
Dimensi
Praktek Agama, mencakup perilaku pemujaan dan segala perilaku yang menunjukkan komitmen
terhadap agama.
·
Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi, yaitu
komitmen seorang atau kelompok penganut agama dalam menjalani kehidupan sesuai
dengan ajaran agamanya.
·
Dimensi
Pengalaman, merupakan respon terhadap kehadiran
Tuhan di
dalam diri atau kelompok penganut agama. Dimensi Pengetahuan, merupakan
pengetahuan yang harus dimiliki seorang ataukelompok penganut agama.
c.
Konsep
Kebudayaan
Kebudayaan
atau yang dapat disebut juga “Peradaban‟ mengandung pengertian yang sangat luas
dan mengandung pemahaman perasaan suatu bangsa yang sangat kompleks meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan
pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Mempelajari
pengertian kebudayaan bukanlah suatu kegiatan yang mudah dan sederhana, karena
banyak sekali batasan konsep dari berbagai bahasa, sejarah, sumber bacaan atau
literatur baik yang berwujud ataupun yang abstrak dari sekelompok orang atau
masyarakat. Dalam hal pendekatan metode juga telah banyak disiplin ilmu lain
yang juga mengkaji berbagai macam permasalahan terkait kebudayaan seperti,
Sosiologi, Psikoanalisis, Psikologi (Perilaku) dan sebagainya yang
masing-masing mempunyai tingkat kejelasan sendiri-sendiri tergantung pada
konsep dan penekanan masing-masing.
Apabila ditinjau dari asal katanya maka “Kebudayaan‟ berasal
dari bahasa Sanskerta yaitu “Budhayah‟, yang merupakan bentuk jamak dari
“Budhi‟ yang berarti Budi atau Akal. Dalam hal ini,‟Kebudayaan‟ dapat
diartikan sebagai Hal-hal yang bersangkutan budi atau akal.
Selanjutnya
Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan Kebudayaan sebagai “Keseluruhan dari
hasil budi dan karya”. Dengan kata lain “Kebudayaan adalah keseluruhan dari apa
yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya”. Jadi
Kebudayaan merupakan produk dari Budaya.
Dalam disiplin Ilmu Antropologi Budaya, pengertian Kebudayaan dan
Budaya tidak dibedakan. Adapun pengertian Kebudayaan dalam kaitannya dengan
Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) adalah: “Penciptaan, penertiban dan pengolahan
nilai-nilai insani yang tercakup di dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam
alam lingkungan, baik fisik maupun sosial”. Manusia memanusiakan dirinya dan
memanusiakan lingkungannya.
Menurut Dimensi
Wujudnya, maka Kebudayaan mempunyai 3 wujud, yaitu:
1. Wujud Sistem
Budaya
Sifatnya Abstrak, Tidak bisa
dilihat. Berupa kompleks gagasan, ide-ide, konsep, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya yang berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada perilaku manusia serta perbuatannya dalam masyarakat.
Disebut sebagai Sistem Budaya karena gagasan, pikiran, konsep, norma dan
sebagainya tersebut tidak merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, melainkan
saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya sehingga menjadi
sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinue.
2. Wujud Sistem Sosial
Bersifat Konkret, dapat diamati
atau diobservasi. Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan selalu
mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang ada dalam
masyarakat. Gotong royong, kerja sama, musyawarah, dan sebagainya.
3. Wujud Kebudayaan Fisik
Aktivitas
manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan
sebagai hasil
karya
manusia untuk mencapai tujuannya. Hasil karya manusia tersebut pada akhirnya
menghasilkan sebuah benda dalam bentuk yang konkret sehingga disebut Kebudayaan
Fisik. Berupa benda-benda hasil karya manusia, seperti candi-candi, prasasti,
tulisan-tulisan (naskah), dan sebagainya.
Menurut konsep B.
Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai 7 (Tujuh) Unsur Universal, yaitu:
1. Bahasa
2. Sistem
Teknologi
3. Sistem
Ekonomi/ Mata Pencaharian
4. Organisasi
Sosial
5. Sistem
Pengetahuan
6. Religi
7. Kesenian
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
- Konflik
adalah suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan
kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi
antagonis, ambivalen, dan emosional.
- Negosiasi
adalah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian koflik dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa
melibatkan pihak ketiga, yang diakhiri dengan perdamaian.
- Dari
kasus konflik yang terjadi antara Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan sekelompok masyarakat separatis yang berada di Aceh yang ingin
melakukan gerakan pelepasan diri atau merdeka sendiri dengan membentuk organisasi
GAM ini terjadi karena perbedaan pandangan, budaya, dan perbedaan keinginan
antara pemerintahan Republik Indonesia dan GAM. Selain itu masyarakat Aceh
tidak terima dengan pemerintahan Republik Indonesiayang akhirnya timbullah
konflik tersebut. Organisasi GAM inilah yang berusaha menentang
pemerintahan Republik Indonesia untu mendapatkan hak-hak yang belum
didapatkan Aceh.
Kasus
yang terjadi sejak tahun 1976 ini akhirnya dapat terselesaikan dengan jalan
negosiasi dengan jalan damai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak pada
tanggal 15 Agustus 2005 yang berhasil tertandatanganinya perundingan Helsinki
yang mana pihak masing-masing sama-sama mendapatkan keuntungan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Rival, Veithzal. 2007. Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soetopo, Hendyat. 2012. Perilaku
Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Usman, Husaini. 2008.
Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
[1]
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012),
hlm : 267
[2]
Ibid, hlm 272
[3]
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, (bandung
: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010), hlm : 261 - 264
[4]
Prof. Dr. Husani Usman, M.Pd., M.T, MANAJEMEN,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm 431
[5] Prof.
Dr. veithzal Rivai, M. B. A., Kepemimpinan
dan perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) hlm 333
[7]
http://www.kompasiana.com/rizkirulya/sekilas-tentang-konflik-aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar