Kamis, 16 Maret 2017

Konflik Dan Negoisasi Dalam Organisasi

MAKALAH
KONFLIK DAN NEGOSIASI DALAM ORGANISASI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu :
Didik Setiawan, S. E. MM

Disusun oleh :
Kelompok 9
1.      Fadlina Ichwati (17401153047)
2.      Devy Sartyka Ayuningtyas (17401153118)
3.      Muhammad Syahrul Na’im (17401153080)
4.      Nur Fitriyani (17401153356)

PERBANKAN SYARIAH III C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2016



BAB I
KAJIAN MATERI
A.    Pengertian konflik
Kata konflik menurut bahasa Yunani yaitu configere, coflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjukan pada semua bentuk benturan, tabrakan, tidak kesesuaian.[1] Sedangkan dalam istilah Al-Quran, konflik sinonim dari kata ikhhtifal, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-baqarah ayat 176 yang artinya :
 “Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan l kitab dengan membawa kebenaran dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih tentang kebenaran al- kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh”.
Dengan demikian konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses  dimana melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghilangkan usaha-usaha B dengan sebentuk usaha untuk menghalangi sehingga mmengakibatkan frustasi pada B dalam usahanya mencapai tujuannya atau dalam meneruskan kepentingannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan, tujuan dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologi, sehingga menjadi antagonis, emosional. Adapun unsur-unsur dari konflik adalah sebagai berikut:
1)      Adanya pertentangan, ketidaksesuaian, perbedaan
2)      Pihak-pihak yang berkonflik
3)      Adanya situasi dan proses
4)      Adanya tujuan, investasi/ kebutuhan

Suatu konflik terjadi, apabila dengan kenyataan menunjukan timbulnya berbagai gejala sebagai berikut:
1)      Paling tidak ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok terlibat dalam suatu interaksi yang berlawanan.
2)      Adanya saling pertentangan dalam mencapai tujuan dan atau adanya suatu normal atau nilai-nilai yang saling berlawanan.
3)      Adanya interaksi yang ditandai dengan perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan menekan terhadap pihak lain untuk memperoleh kemenangan seperti status, tanggung jawab, pemenuhan kebutuhan.
4)      Adanya tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat pertentangan.
5)      Adanya ketidakseimbangan akibat usaha tiap-tiap pihak yang berkaitan dengan kedudukan atau kewibawaan, harga diri.

Dengan kehidupan berorganisasi tentunya konflik mempunyai keuntungan dan kelebihan masing-masing, diantara keuntungannya adalah sebagai berikut:
1)      Memungkinkan terdapat ketidakpuasan yang muncul sehingga organisasi mengadakan penyesuaian dan dapat mengatasinya.
2)      Memungkinkan timbulnya norma-norma baru yang sangat berguna untuk mengatasi kekurangan norma-norma lama.
3)      Mengukur kemampuan struktur kekuasaan yang ada pada organisasi.
4)      Memperkuat ciri kelompok yang ada, sehingga sekelompok tersebut memiliki identitas yang pasti.
5)      Menyatukan beberapa komponen yang terpisah.
6)      Merangsang usaha mengurangi stagnasi.

Beberapa kekurangan dari konflik sendiri adalah sebagai berikut:
1)      Menyebabkan timbulnya perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi.
2)      Membawa organisasi ke arah disentegrasi.
3)      Menyebabkan ketegangan antar individu maupun antar kelompok.
4)      Menghalangi kerjasama antara individu dan mengganggu saluran informasi.
5)      Memindahkan perhatian anggota organisasi dan tujuan organisasi.

Konflik suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan tujuan dan kebutuhan dalam situasi formal, sesuai dan psikologi, sehingga menjadi antagonis,  emosional. Terdapat beberapa unsur konflik antara lain:
1)      Adanya pertentangan, ketidaksesuaian dan perbedaan
2)      Adanya pihak-pihak antara konflik
3)      Adanya situasi dan proses
4)      Adanya tujuan, interes/kepentingan, kebutuhan

Ada tiga sudut pandang terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi yaitu:
1)      Konflik Tradisional
Konflik ini dipandang sebagai sesuatu yang jelek, tidak menguntungkan dan selalu menimbulkan kerugian dalam organisasi.
2)      Aliran Behavioral
Konflik ini dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar terjadi dalam organisasi.
3)      Aliran Interaksi
Dalam aliran ini konflik harus diciptakan dalam organisasi karena, pandangan ini dilatarbelakangi oleh konsep bahwa :
“organisasi yang tenang, harmonis, penuh kedamaian, maka kondisinya akan menjadi statis stagnasi dan tidak inovatif. Akibat selanjutnya organisasi tidak dapat bersaing untuk maju.

B.     Sumber-Sumber Konflik
Sumber dari munculnya suatu konflik itu yang pertama bisa melalui masalah komunikasi. Misalnya saja salah dalam penyimpangan informasi dalam sebuah komunikasi sumber yang kedua adalah struktur organisasi, hal ini dapat menyebabkan konflik karena masing-masing dari organisasi memiliki tugas dan kepentingan yang nantinya bisa saja terjadi pergesekan atau benturan. Sumber yang ketiga adalah faktor manusia, karena sifat manusia yang berbeda-beda hal ini dapat menimbulkan terjadinya komunikasi.
Menurut Schmuck mengemukakan empat sumber terjadinya konflik yaitu:
1.      Adanya perbedaan fungsi dalam organisasi
2.      Adanya pertentangan kekuatan antar pribadi dan sub sistem
3.      Adanya perbedaan peranan
4.      Adanya tekanan yang dipaksakan dari luar organisasi[2]

C.    Faktor-Faktor yang mempengaruhi konflik
Beberapa faktor yang mempengaruhi konflik antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Ciri umum pihak-pihak yang berkonflik
2.      Hubungan pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadi konflik
3.      Sifat masalah yang menimbulkan konflik
4.      Lingkungan sosial dimana konflik terjadi
5.      Kepentingan pihak-pihak yang berkonflik
6.      Strategi yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik
7.      Konsekuensi konflik terhadap yang berkonflik dan terhadap pihak lain

D.    Jenis-Jenis konflik
Ditinjau dari sudut fungsnya:
1.      Konflik Konstruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi mengembangkan organisasi.

2.      Konflik Distruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai negatif bagi mengembangkan organisasi.[3]

E.     Proses Terjadinya Konflik
Menurut Smith mengemumakan terjadinya konflik melalui thap berikut:
1.      Tahap antisipasi yaitu tahap merasakan gejala munculnya perubahan yang mencurigakan.
2.      Tahap menyadari yaitu perbedaan yang mulai diekspresikan dalam bentuk situasi yang tidak mengenakkan.
3.      Tahap pembicaraan yaitu pendapat-pendapat mulai muncul.
4.      Tahap perdebatan terbuka yaitu pendapat yang berbeda mulai dipertajam dan lebih terumuskan dengan baik dan kentara.
5.      Tahap konflik terbuka yaitu masing-masing pihak berusaha memaksakan pendirian pada pihak lain.
  1. Pengertian Negosiasi
Negosiasi menurut Hendraman dan Srie Haryanti Martono (2002) merupakan serangkaian diskusi antara individu atau kelompok dengan latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan kesepakatan. Negosiasi merupakan proses interaksi antara individu atau kelompok yang mempunyai perbedaan argumentasi maupun persuasi untuk mendapatkan kesepakatan bersama.[4]
a. Negosiasi dapat diartikan :
1.   Proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain.
2.   Penyesuaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.[5]
Selain itu negosiasi didefinisikan sebagai suatau proses dalam mana dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang jasa tersebut.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan negosiasi adalah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga, yang diakhiri dengan perdamaian. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 10 yang atinya:
“sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu dinamakanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al-Hujurat (49):10)


b.      Manfaat Negosiasi
1.      Mendapatkan keefektifan dan efisiensi dalam mencapai tujuan
2.      Kesepakatan bersama yang saling menguntungkan
3.      Menjembatani perbedaan pandangan mereka yang bernegosiasi sehingga mengurangi maupun mencegah konflik
4.      Meyepakati tujuan bersama, metode maupun tujuan bersama yang belum jelas

c.       Hambatan Dalam Keberhasilan Negosiasi
1.      Melihat Negosiasi Sebagai Konfrontasi
Konfrontasi tidak diperlukan dalam negosiasi. Kenyataannya, negosiasi yang efektif dicirikan dengan pihak – pihak yang bekerjasama untuk mendapatkan solusi, daripada masing – masing pihak yang berupaya memenangkan kontes keinginan. Selalu diingat bahwa sikap yang anda tunjukkan pada saat negosiasi (keras, korperatif) akan menentukan tone dalam interaksi. Jika anda melakukan konfrontasi, anda akan berkelahi dengan tangan anda.
2.      Mencoba Menang Dengan Berbagai Cara
Jika anda “menang” maka harus ada yang kalah, dan akan menciptakan situasi yang kian sulit.perspektif terbaik dalam negosiasi adalah mencoba untuk menemukan solusi dimana kedua pihak “menang”. Jangan melihat negosiasi sebagai kontes yang harus dimenangkan.
3.      Menjadi Emosional
Adalah hal yang wajar menjadi emosional pada saat melakukan negosiasi yang penting. Namun, semakin kita emosional, semakin kita kurang membangun negosiasi yang konstruktif. Sangat penting untuk menjaga kendali.
4.      Tidak Mencoba Memahami Orang Lain
        Karena kita mencoba menemukan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak, kita perlu memahami kebutuhan dan keinginan orang lain. Jika kita tidak tahu kebutuhan atau keinginan orang lain, kita tidak dapat melakukan megosiasi dengan baik. Yang sering terjadi, ketika kita mencoba mencari tahu tentang seseorang, yang kita temukan adalah ketidaksetujuan yang tidak signifikan.

5.      Fokus Pada Kepribadian, Bukan Isu
        Biasanya, dengan orang yang tidak begitu kita sukai, kita biasanya ,dengan orang yang tidak begitu kita sukai, kita cenderung menganggap betapa sulitnya orang tersebut. Ketika hal tersebut terjadi, negosiasi yang efektif tidak mungkin dilakukan. Maka penting untuk berpegang pada isu, dan menyingkirkan rasa suka atau tidak suka pada individu.
6.      Menyalahkan Orang Lain
        Pada konflik atau negosiasi, masing-masing pihak memberikan kontribusi, yang menjadikannya lebih baik atau buruk. Jika anda menyalahkan orang lain karena kesulitan yang dibuat, anda akan menciptakan situasi kemarahan. Jika anda bertanggung jawab terhadap masalah, anda menciptakan semangat kerja sama.[6]
d.      Macam Negosiasi
            Macam negosiasi ada 2 (dua) macam yaitu kompetitif atau distributif (pihak yang bernegosiasi ada yang menang dan ada yang kalah) dan kooperatif atau integratif (pihak yang bernegosiasi sama- sama menang)
Perbedaan negosiasi kompetitif dan kooperatif
NO
Negosiasi Kompetitif
Negosiasi kooperatif
1
Ada pihak yang kalah
Semua pihak menang
2
Minat kedua belah pihak bertentangan
Minat kedua pihak ada kesamaan
3
Strategi pemaksaan kehendak
Strategi saling menghargai kehendak
4
Individualistis
Kerja sama



BAB II
PEMBAHASAN
Studi Kasus
Gerakan Aceh Merdeka
Gerakan Aceh Merdeka atau yang biasa disebut dengan GAM, Merupakan organisasi separatisme yang telah berdiri di Aceh sejak tahun 1976. Tujuan didirikannya GAM ini ialah agar Aceh dapat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan membuat negara kesatuan sendiri dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Gerakan Aceh Merdeka juga dikenal dengan nama Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).
Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan Tiro dilakukan secara diam-diam disebuah kampung kedua yang bertempat di bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris, Indonesia, dan Aceh. Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini, terungkap ketika salah seorang anggotanya ditangkap oleh polisi dikarenakan pemalsuan formulir pemilu di tahun 1977. Sejak itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah tanah di Aceh.
 Pada awalnya, gerakan ini terdiri dari sekelompok intelektual yang merasa kecewa atas model pembangunan di Aceh. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan di bawah orang-orang Jawa. Kelompok intelektual ini berasumsi bahwa telah terjadi kolonialisasi Jawa atas masyarakat dan kekayaan alam di Aceh. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, kalangan pemuda, serta tokoh-tokoh agama di Aceh, Hasan Tiro mereproduksi gagasan anti-kolonialisasi Jawa. Gagasan-gagasan Hasan Tiro ini semakin memuncak setelah pemerintah orde baru mengeksplorasi kekayaan gas alam dan minyak bumi di Aceh Utara sejak awal 1970-an. Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh dukungan yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum diselesaikan secara tuntas di era orde lama.
Tokoh-tokoh DI/TII yang gagal melakukan pemberontakan di Aceh, merasa bahwa dukungan mereka kepada GAM akan dapat membantu Aceh memperoleh kemerdekaannya sendiri. Munculnya kelompok GAM ditanggapi oleh pemerintahan orde baru dengan cara yang represif. GAM dipandang sebagai gerakan pengacau liar sehingga harus dibasmi. Dimasa orde baru, tidak ada toleransi bagi kaum pemberontak yang dapat menyebabkan instabilitas politik. Hampir tidak ada kebijakan orba yang mencoba untuk mengintegrasikan pihak-pihak yang memberontak, bahkan terhadap keluarga mereka sekalipun.
Pendekatan militer menyebabkan terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh, seperti penghilangan orang, pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan. Sedangkan Hasan Tiro, sebagai ketua kelompok GAM, diasingkan di Swiss dan baru saja kembali ke tanah air pada tahun 2008 kemarin. Separatisme di Aceh justru semakin berkembang setelah tindakan represif dari pemerintahan orde baru.
Dengan munculnya generasi baru yang mendukung GAM yang terdiri dari para korban Daerah Operasi Militer. Generasi ke-2 kelompok GAM ini melakukan eksodus keluar dan melakukan perjuangan dari luar Aceh, melalui Malaysia, Libya, dan Jenewa. Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, menandakan berakhirnya era orde baru. Berbagai upaya untuk meredam pemberontakan di Aceh masih terus diusahakan oleh presiden-presiden RI berikutnya. Sejak era presiden B.J. Habibie sampai dengan presiden Megawati telah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun, sayangnya kebijakan-kebijakan tidak berjalan secara efektif. Sampai akhirnya, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik untuk menyelesaikan masalah di Aceh.
Pada era Abdurrahman Wahid, jalur diplomasi sudah mulai diterapkan untuk mendamaikan hubungan antara Indonesia dan Aceh. Gusdur menggunakan upaya dialog damai, yang bernama Jeda Kemanusiaan I dan II. Namun jalur ini kembali tidak efektif, karena Gusdur terpaksa turun dari kursi pemerintahan sebelum masa jabatannya usai.
Pada era Megawati Soekarnoputri, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik yang membuat semakin banyaknya korban-korban sipil yang berjatuhan dengan menjadikan Aceh sebagai daerah darurat militer. Dan sekali lagi pendekatan militer membuat Indonesia menjadi semakin jauh dengan GAM. Yang akhirnya membuat masalah separatisme ini menjadi semakin berlarut-larut.
Perundingan Helsinki Ide untuk menyelesaikan konflik dengan jalur perdamaian baru tercetus ketika Indonesia berada dibawah pemerintahan Presiden Yudhoyono. Sejak dari akhir Januari hingga Juli 2005, SBY-JK mulai melakukan empat babak pembicaraan informal dengan pihak GAM untuk melakukan perundingan sebagai cara damai menyelesaikan separatisme di Aceh. Pembicaaan informal ini difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI), yaitu sebuah lembaga yang dipimpin oleh seorang mantan pesiden Finlandia, Martti Ahtisaari. Jusuf Kalla menamakan jalur yang dilakukan saat ini sebagai sebuah pendekatan baru, karena Kalla mempunyai supervisi yang konsisten dan terus menerus untuk menyelesaikan konflik Aceh dengan jalur perdamaian.2 Langkah pertama untuk dapat mendekati jalur perdamaian, adalah dengan mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa. Dan untuk dapat membuat GAM bersedia berdialog dengan pihak Indonesia, diperlukannya rasa kepercayaan satu sama lain. Rasa kepercayaan inilah yang cukup sulit diperoleh sehingga membuat putaran pertama pertemuan informal ini menjadi gagal. Karena itu diperlukannya pihak ketiga yang dapat dipercaya oleh kedua belah pihak sebagai penengah. Dan untuk pihak ketiganya, Indonesia memilih Martti Ahtisaari. Alasan dipilihnya Ahtisaari ialah; pertama, karena hampir selama satu tahun lamanya, Jusuf Kalla telah berkomunikasi via telepon dengan Ahtisaari untuk membahas konflik di Aceh ini. Kedua, karena Martti Ahtisaari memiliki kesepahaman dengan pihak RI, bahwa dalam menyelesaikan konflik di Aceh, konsep yang mungkin digunakan adalah konsep otonomi khusus. Ketiga, karena reputasi Martti sebagai mantan presiden yang tebilang sangat baik. Dan yang keempat, adalah karena keberadaan pihak GAM yang ada di Swedia diharapkan dapat ditemui dan dilobi oleh Martti, sehingga adanya kepercayaan pihak GAM terhadap negosiator.
Dalam perundingan Helsinki terdapat lima putaran. Pada putaran pertama dan kedua, memberikan hasil yang tidak memuaskan, karena keadaan kedua pihak menjadi kritis, khususnya pada putaran kedua, karena terjadi dead lock, atau tidak adanya titik temu, karena posisi kedua belah pihak yang berbeda. Namun, peran CMI dalam mencari alternative rumusan perundingan berhasil menjadi faktor penentu keberhasilan dalam perundingan antar RI-GAM. Perundingan Helsinki sangat berbeda dengan perundingan – perundingan RI-GAM yang pernah terjadi sebelumnya. Martti tidak hanya berhasil menembus batas second track diplomacy, khusunya dengan pihak GAM dan Jusuf Kalla, tetapi Martti memiliki kemampuan menembus first track Diplomacy ditingkat Uni Eropa maupun PBB dan Amerika Serikat. Akhirnya, perundingan Helsinki berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Agustus 2005. Perundingan Helsinki ini merupakan symbol berakhirnya gerakan separatisme di Aceh.[7]
Analisis
Faktor – faktor yang menyebabkan konflik dalam Gerakan Aceh Merdeka yaitu :
  1. Perbedaan budaya dan penerapan agama Islam antara Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia.
  2. Kebijakan – kebijakan sekuler dalam administrasi orde baru presiden Soeharto yang banyak dibenci tokoh Aceh karena kebijakan pemerintah orde baru pusat yang selalu mempromosikan satu budaya Indonesia.
  3. Lokasi Provinsi Aceh diujung barat Indonesia sehingga Aceh menganggap pemimpin di Jakarta tidak bersimpati kepada kebutuhan masyarakat Aceh dan adat istiadat di Aceh yang berbeda.
  4. Tidak diberi izin oleh presiden Soekarno untuk menerapkan hukum Islam (syariah) setelah perang kemerdekaan Indonesia padahal presiden Soekarno sendiri telah memberikan janji sendiri saat kunjungannya ke Aceh 1947.
  5. Anggota dan simpatisan partai politik di Aceh mengalami berbagai tingkat pelecehan.
  6. Ketidakadilan dalam pembagian keuntungan dari pemerintah atas hasil eksploitasi sumber daya alam Aceh yang berupa industri minyak dan gas.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa penyebeb utama konflik dalam Gerakan Aceh Merdeka adalah faktor Agama dan Kebudayaan.
a.      Teori Agama
·            M. Crawley: Teori Masa Kritis. Agama muncul karena adanya rasa takut yang menyertai manusia ketika menghadapi kejadian atau gejala alam yang memilukan.
·         Edward B. Tylor (1832-1917): Teori Animisme dan Evolusi Agama. Tiga tahap perkembangan evolusi agama dari animistik, politeistik, dan kemonoteistik.
·         J.G. Frazer (1854-1941). Teori Magis. Magis adalah tindakan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan melalui kekuatan gaib-luar biasa yang ada di alam.
·         R.R. Marret (1866-1940). Teori Mana. Mana adalah kekuatan luar biasa dari makhluk gaib yang dapat dimiliki dan dipindahkan pada benda-benda kecil (cincin).
·         Sigmund Freud (1856-1939). Teori Oedipus Komplek. Adanya dorongan seksual seorang anak terhadap ibunya, yang berakhir dengan pembunuhan dan penyembahan terhadap ruh sang ayah.
·         Emile Durkheim (1859--). Teori Sentimen Kemasyarakatan. Agama muncul karena adanya getaran jiwa yang berupa rasa cinta terhadap masyarakatnya. Totem merupakan benda-benda keramat sebagai lambang suatu masyarakat.
·         Andrew Lang (1844-1912). Teori Ur Monoteisme. Keyakinan adanya dewa tertinggi yang dipandang sebagai Pencipta alam, penjaga ketertiban alam dan kesusilaan.

b.      Unsur – Unsur Agama
·         Dimensi Keyakinan, berisi pandangan-pandangan teologis suatu agama.
·         Dimensi Praktek Agama, mencakup perilaku pemujaan dan segala perilaku yang menunjukkan komitmen terhadap agama.
·          Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi, yaitu komitmen seorang atau kelompok penganut agama dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agamanya.
·         Dimensi Pengalaman, merupakan respon terhadap kehadiran
Tuhan di dalam diri atau kelompok penganut agama. Dimensi Pengetahuan, merupakan pengetahuan yang harus dimiliki seorang ataukelompok penganut agama.
c.       Konsep Kebudayaan
Kebudayaan atau yang dapat disebut juga “Peradaban‟ mengandung pengertian yang sangat luas dan mengandung pemahaman perasaan suatu bangsa yang sangat kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Mempelajari pengertian kebudayaan bukanlah suatu kegiatan yang mudah dan sederhana, karena banyak sekali batasan konsep dari berbagai bahasa, sejarah, sumber bacaan atau literatur baik yang berwujud ataupun yang abstrak dari sekelompok orang atau masyarakat. Dalam hal pendekatan metode juga telah banyak disiplin ilmu lain yang juga mengkaji berbagai macam permasalahan terkait kebudayaan seperti, Sosiologi, Psikoanalisis, Psikologi (Perilaku) dan sebagainya yang masing-masing mempunyai tingkat kejelasan sendiri-sendiri tergantung pada konsep dan penekanan masing-masing.
Apabila ditinjau dari asal katanya maka “Kebudayaan‟ berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “Budhayah‟, yang merupakan bentuk jamak dari “Budhi‟ yang berarti Budi atau Akal. Dalam hal ini,‟Kebudayaan‟ dapat diartikan sebagai Hal-hal yang bersangkutan budi atau akal.
Selanjutnya Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan Kebudayaan sebagai “Keseluruhan dari hasil budi dan karya”. Dengan kata lain “Kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya”. Jadi Kebudayaan merupakan produk dari Budaya.
Dalam disiplin Ilmu Antropologi Budaya, pengertian Kebudayaan dan Budaya tidak dibedakan. Adapun pengertian Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) adalah: “Penciptaan, penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani yang tercakup di dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial”. Manusia memanusiakan dirinya dan memanusiakan lingkungannya.
Menurut Dimensi Wujudnya, maka Kebudayaan mempunyai 3 wujud, yaitu:
1. Wujud Sistem Budaya
Sifatnya Abstrak, Tidak bisa dilihat. Berupa kompleks gagasan, ide-ide, konsep, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia serta perbuatannya dalam masyarakat. Disebut sebagai Sistem Budaya karena gagasan, pikiran, konsep, norma dan sebagainya tersebut tidak merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya sehingga menjadi sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinue.
2. Wujud Sistem Sosial
Bersifat Konkret, dapat diamati atau diobservasi. Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang ada dalam masyarakat. Gotong royong, kerja sama, musyawarah, dan sebagainya.
3. Wujud Kebudayaan Fisik
Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil
karya manusia untuk mencapai tujuannya. Hasil karya manusia tersebut pada akhirnya menghasilkan sebuah benda dalam bentuk yang konkret sehingga disebut Kebudayaan Fisik. Berupa benda-benda hasil karya manusia, seperti candi-candi, prasasti, tulisan-tulisan (naskah), dan sebagainya.
Menurut konsep B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai 7 (Tujuh) Unsur Universal, yaitu:
1. Bahasa
2. Sistem Teknologi
3. Sistem Ekonomi/ Mata Pencaharian
4. Organisasi Sosial
5. Sistem Pengetahuan
6. Religi
7. Kesenian


BAB III
    PENUTUP
                        KESIMPULAN
  1. Konflik adalah suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional.
  2. Negosiasi adalah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian koflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga, yang diakhiri dengan perdamaian.
  3. Dari kasus konflik yang terjadi antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sekelompok masyarakat separatis yang berada di Aceh yang ingin melakukan gerakan pelepasan diri atau merdeka sendiri dengan membentuk organisasi GAM ini terjadi karena perbedaan pandangan, budaya, dan perbedaan keinginan antara pemerintahan Republik Indonesia dan GAM. Selain itu masyarakat Aceh tidak terima dengan pemerintahan Republik Indonesiayang akhirnya timbullah konflik tersebut. Organisasi GAM inilah yang berusaha menentang pemerintahan Republik Indonesia untu mendapatkan hak-hak yang belum didapatkan Aceh.
Kasus yang terjadi sejak tahun 1976 ini akhirnya dapat terselesaikan dengan jalan negosiasi dengan jalan damai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak pada tanggal 15 Agustus 2005 yang berhasil tertandatanganinya perundingan Helsinki yang mana pihak masing-masing sama-sama mendapatkan keuntungan yang sesuai.








DAFTAR PUSTAKA

Rival, Veithzal. 2007. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soetopo, Hendyat. 2012. Perilaku Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Usman, Husaini. 2008. Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara










[1] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm : 267
[2] Ibid, hlm 272
[3] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi, (bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010), hlm : 261 - 264
[4] Prof. Dr. Husani Usman, M.Pd., M.T, MANAJEMEN, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm 431
[5] Prof. Dr. veithzal Rivai, M. B. A., Kepemimpinan dan perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) hlm 333
[7] http://www.kompasiana.com/rizkirulya/sekilas-tentang-konflik-aceh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar